Selasa, 01 Maret 2011

Orang Jawa



Orang Jawa adalah sebutan bagi orang yang tinggal di Jawadwipa atau dipulau Jawa pada dulu kala.Pada saat ini yang dinamakan orang Jawa adalah penduduk yang menghuni di pulau Jawa bagian tengah dan timur yang disebut suku bangsa Jawa dan anak keturunannya .Pada umumnya mereka masih melestarikan budaya, adat istiadat warisan nenek moyangnya dan berbicara bahasa Jawa.Kebanyakan anak keturunan orang Jawa yang tinggal diluar “tanah Jawa” seperti  di Jakarta dan daerah maupun negara lain, meski masih melestarikan atau akrab dengan budaya leluhurnya, sudah tidak lagi berkomunikasi dengan bahasa Jawa, mereka menggunakan bahasa Indonesia.
Selengkapnya...

Senin, 28 Februari 2011

PERKAWINAN ADAT JAWA


Perkawinan atau sering pula disebut dengan pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah kehidupan setiap orang. Masyarakat Jawa memaknai peristiwa perkawinannya dengan menyelenggarakan berbagai upacara yang termasuk rumit. Upacara itu dimulai dari tahap perkenalan sampai terjadinya pernikahan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

Nontoni
Pada tahap ini sangat dibutuhkan peranan seorang perantara. Perantara ini merupakan utusan dari keluarga calon pengantin pria untuk menemui keluarga calon pengantin wanita.

Selengkapnya...

DOLANANE WONG JOWO


Layangan

Permainnan ini terbuat dari kertas tipis dan bambu dengan ukuran sebesar lidi untuk dibuat kerangka yang berbentuk macam-macam sesuai keinginan si pembuat. Bentuk pelaksanaan permainannya

bersifat hiburan, rekreatif, dan kompetitif.


Permainan ini biasanya dilakukan oleh anak laki-laki dengan tidak mengenal batas usia dan tidak pandang kaya atau miskin.


Permainan Yoyo
Selengkapnya...

WUKU

Wuku adalah nama sebuah siklus waktu yang berlangsung selama 30 pekan. Satu pekan atau minggu terdiri dari tujuh hari sehingga satu siklus wuku terdiri dari 210 hari. Perhitungan wuku (bahasa Jawa: pawukon) terutama digunakan di Bali dan Jawa.
Ide dasar perhitungan menurut wuku ini adalah bertemunya dua hari dalam sistem pancawara(pasaran) dan saptawara (pekan) menjadi satu. Sistem pancawara atau pasaran terdiri dari lima hari, sedangkan sistem saptawara terdiri dari tujuh hari.


Dalam satu wuku, pertemuan antara hari pasaran dan hari pekan sudah pasti. Misalkan hari Sabtu-Pon terjadi dalam wuku Wugu. Menurut kepercayaan tradisional orang Bali dan Jawa, semua hari-hari ini memiliki makna khusus.
Daftar Wuku
Nama-nama wuku yang tiga puluh didasarkan pada suatu kisah mengenai suatu kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Watugunung. Raja ini beristri Sinta dan memiliki 28 putra. Nama-nama semua tokoh inilah yang menjadi nama-nama setiap wuku. Setiap wuku menurut kepercayaan di kaum tradisional di Bali dan Jawa dilindungi oleh seorang pelindung.
  1. Sinta - Batara Yama
  2. Landep - Batara Mahadewa
  3. Wukir, Ukir1 - Batara Mahayakti
  4. Kurantil, Kulantir1 - Batara Langsur
  5. Tolu, Tulu1 - Batara Bayu
  6. Gumbreg - Batara Candra
  7. Wariga alit, Wariga1 - Batara Asmara
  8. Wariga agung, Warigadian1 - Batara Maharesi
  9. Julangwangi, Julungwangi1 - Batara Sambu
  10. Sungsang - Batara Gana Ganesa
  11. Galungan, Dungulan1 - Batara Kamajaya
  12. Kuningan - Batara Indra. Pada minggu ini jatuh hari raya Kuningan pada hari Sabtu-Kliwon.
  13. Langkir - Batara Kala
  14. Mandasiya, Medangsia1 - Batara Brahma
  15. Julung pujut, Pujut1 - Batara Guritna
  16. Pahang- Batara Tantra
  17. Kuru welut, Krulut1 - Batara Wisnu
  18. Marakeh, Merakih1 - Batara Suranggana
  19. Tambir - Batara Siwa
  20. Medangkungan] - Batara Basuki
  21. Maktal - Batara Sakri
  22. Wuye, Uye1 - Batara Kowera
  23. Manahil, Menail1 - Batara Citragotra
  24. Prangbakat - Batara Bisma
  25. Bala - Batara Durga
  26. Wugu. Ugu1 - Batara Singajanma
  27. Wayang - Batara Sri
  28. Kulawu, Kelawu1 - Batara Sadana
  29. Dukut - Batara Sakri. Pada minggu ini jatuh hari Anggara Kasih pada hari Selasa Kliwon yang dianggap keramat oleh orang Jawa.
  30. Watu gunung - Batara Anantaboga. Dalam minggu ini jatuh hari Jumat Kliwon yang dianggap keramat oleh orang Jawa dan hari Saraswati yang dianggap suci oleh orang Bali.




Selengkapnya...

Minggu, 27 Februari 2011

KAWERUH WISESA JATI

Istilah ‘kaweruh’ artinya pengetahuan supaya berbeda dengan ‘ilmu’ yang bernuansa supranatural atau kesaktian. Sedangkan ‘wisesa jati’ adalah penguasaan yang sejati atau pengendalian.
Jadi maksud dari kaweruh wisesa jati adalah pengetahuan tentang pengendalian, mulai dari mengendalikan diri sendiri maupun mengendalikan alam yang tujuannya adalah mengendalikan hidup pribadi.
Kaweruh wisesa jati adalah suatu pemahaman tentang supranatural, spiritual maupun filsafat orang jawa dalam sudut pandang mindseting dan sugesti.
Bukan untuk meng-ilmiah-kan budaya jawa tetapi hanya sebuah pemahaman dengan logika jaman sekarang apakah adat dan tradisi jawa yang detail, rumit dan sarat dengan filosofi namun kadang tersamar dalam kiasan itu masih relevan dengan era global yang serba praktis, cepat dan langsung ke tujuan.


Pemahaman ini dirangkum dari berbagai sumber baik yang tersurat dan tersirat dalam primbon, tembang, kidung dan sebagainya maupun yang tersamar dalam ritual, laku dan cara hidup orang jawa. Mungkin sangat berbeda sekali pokok bahasannya karena memang saya mengamati dari sisi dan sudut pandang yang berbeda dari biasanya.
Kaweruh wisesa jati adalah pengetahuan terapan maksudnya adalah pengetahuan untuk dijalani sehari-hari seperti sebuah ‘laku’ dalam tradisi jawa.
Adapun tujuan dari laku ini adalah untuk meningkatkan kemampuan didalam pengendalian dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Pengendalian diri pribadi.
Meliputi mengenal ‘sejatining pribadi’ , pengendalian perilaku, memanfaatkan chakra, self healing, self motivation, dsb.
2. Pengendalian alam.
Meliputi mengenal alam semesta, memanfaatkan energi alam semesta, dsb.
3. Pengendalian Hidup.
Meliputi manunggaling kawulo gusti, memproyeksikan kehidupan masa depan, me-wiradati kodrat dsb.
Yang mana akan dicapai sebuah kehidupan yang selaras dengan alam dan seimbang antara kehidupan jasmani & rohani atau material & spiritual.
Meskipun menggunakan istilah pengendalian bukan berarti mensejajarkan diri dengan kekuasaan Tuhan tetapi justru sebaliknya untuk lebih mengerti tentang system yang diciptakan Tuhan untuk alam semesta ini sehingga kemampuan dalam memahami dan mengendalikan adalah berdasarkan atas rasa kepasrahan total atas kekuasaan Tuhan. Karena bagaimanapun juga semua kejadian di dunia ini adalah terjadi atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
I. Hidup Selaras dengan alam.

Tuhan menciptakan alam semesta termasuk didalamnya adalah manusia, dengan suatu system yang sempurna untuk mengendalikan, merawat dan menjaga system tersebut tetap berjalan. Dengan adanya system tersebut maka kinerja dari alam semesta dijalankan secara otomatis, terus menerus dan saling berkait sesuai apa yang sudah menjadi ketentuan dan kehendak Sang Pencipta.
Adanya malam dan siang, grafitasi bumi, pergantian musim dan lain sebagainya adalah menunjukkan bahwa alam semesta berjalan dalam sebuah system yang lebih dikenal sebagai hukum alam. Sementara hukum sebab akibat yang ada pada manusia dikenal sebagai karma, takdir dan lain sebagainya.
Kesadaran tentang hukum alam yang saling berkait ini sudah ada pada budaya jawa sejak jaman dahulu, mulai dari masa animisme dan dinamisme sampai kemudian ke masa masuknya agama dan kepercayaan kesadaran akan pengaruh alam semesta terhadap manusia ini masih bertahan.
Manusia jawa percaya bahwa mereka tidak hidup ‘sendirian’ di alam semesta ini, mereka percaya bahwa ada ‘kehidupan lain’ yang berdampingan dan berkaitan dengan kehidupan manusia. Kehidupan lain tersebut bisa saja berada di pohon, batu, gunung, laut dan sebagainya yang tampak oleh mata ataupun kehidupan yang tidak terlihat oleh mata, yang kesemuanya bisa berpengaruh terhadap kehidupan manusia.
Keyakinan bahwa alam semesta sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia inilah yang mewarnai budaya jawa sehingga pola hidup tradisional orang jawa adalah selalu selaras dengan alam. Ilmu perbintangan (pawukon), zodiak (weton), petungan, katuranggan, sampai ilmu tentang pusaka menunjukkan bahwa orang jawa selalu berpedoman dengan hukum alam dan selaras dengannya.
Sementara perwujudan akan pengakuan atas eksistensi dan pengaruh alam dalam kehidupan manusia terlihat dari bermacam ritual dan sesaji yang mana pada hakekatnya semua hal tersebut adalah bentuk dari pengakuan bahwa manusia jawa hidup ‘bertetangga’ dengan kehidupan lain di alam semesta ini.
Manakala konsep hidup selaras dengan alam ini mulai luntur dan diingkari maka yang terjadi adalah kehidupan yang tanpa arah. Kehidupan yang menuntut segala sesuatu secara instant memunculkan hidup dalam rasa tertekan yang mengakibatkan banyaknya penyakit, turunnya rasa kepedulian sosial, arogansi, dan depresi dalam masyarakat. Sementara eksplorasi alam yang tidak bijak menyebabkan kerusakan alam di mana-mana yang pada akhirnya menimbulkan berbagai bencana alam.
Lunturnya pola hidup yang selaras dengan alam ini terjadi karena banyak faktor namun yang paling besar pengaruhnya bisa disimpulkan seperti di bawah ini :
1. Karena pengajaran dari nenek moyang orang jawa yang unik dengan berbagai symbol dan kiasan (perlambang dan sanepan) sehingga membuat banyak penafsiran sehingga tak jarang justru penafsiran yang salah yang banyak dipercaya masyarakatnya.
2. Pengaruh masuknya agama dan budaya modern membuat semakin lunturnya konsep hidup selaras dengan alam ini.
Pada masyarakat yang merasa modern menganggap bahwa budaya ini tidak rasional dan tidak ilmiah sehingga dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan jaman. Sementara dikalangan masyarakat agamis konsep ini dianggap bertentangan dengan ajaran agamanya, meskipun sebenarnya hal tersebut dikarenakan pemahaman spiritual yang sangat dangkal.
Kedua faktor tersebut, diakui atau tidak, sangat berperan dalam proses lunturnya konsep kehidupan budaya yang sarat dengan keselarasan terhadap alam.
Ironisnya justru kesadaran untuk hidup selaras dengan alam dan bahwa alam sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia justru mulai tumbuh dan berkembang di negara-negara barat yang lebih dikenal sebagai masyarakat yang mengedepankan rasio dan sektarian. Berbagai teori baru muncul dan meyakini bahwa alam berpengaruh terhadap kehidupan manusia baik dalam membentuk karakter, kehidupan ekonomi dan sosial sesorang. Sebuah teori baru di negara barat yang sudah dijalankan oleh nenek moyang orang jawa selama berabad-abad.
II. Alam semesta.

Dalam pandangan budaya jawa di alam semesta ini terdapat dua alam yang disebut sebagai jagad alit (micro cosmos) dan jagad ageng (macro cosmos). Secara fisik, seperti halnya teori barat, jagad alit (micro cosmos) adalah alam manusia sedangkan jagad ageng (macro cosmos) adalah alam semesta/jagat raya, namun dalam pandangan hakekat atau supranatural jawa sebenarnya adalah kebalikannya bahwa jagad alit (micro cosmos) adalah alam semesta dan jagad ageng(macro cosmos) adalah alam/diri manusia.
Pandangan tersebut dikarenakan bahwa alam semesta ini berjalan menurut takdirnya sebagai contoh : bumi berputar mengelilingi matahari, arah putaran bumi dan kecepatanya berjalan sesuai takdir atau hukum alam, bumi tidak memiliki kehendak untuk berhenti atau berbalik arah misalnya.
Sedangkan kehidupan manusia berjalan atas kehendak, manusia makan, minum dan beraktifitas dalam hidupnya semua berjalan atas kehendaknya sendiri.
Begitulah maka dalam hakekat dan pandangan supranatural jawa bahwa alam atau diri manusia lah sebenarnya yang disebut sebagai jagad ageng (macro cosmos) karena mempunyai kehendak dalam mengatur pergerakannya.
Pandangan ini diperkuat dalam kisah wayang tentang Dewa Ruci, alkisah dalam puncak perjalanan sang Bima untuk mencari Tirta Perwita Sari (air kehidupan) sampailah dia ke dasar samudera dan bertemu dengan Dewa Ruci makhluk kecil merupakan miniatur dirinya yang mana hanya kepada Dewa Ruci ini lah Bima bisa melakukan duduk dan berposisi sembah. Bima pun ragu ketika diperintahkan untuk masuk ke tubuh dewa ruci mengingat tubuh raksasa sang Bima tidak sebanding dengan kecilnya tubuh Dewa Ruci yang hanya sekepalan tangan.
Namun kata Dewa Ruci jangankan tubuh sang Bima,bahkan alam semesta pun bisa masuk ke dalam tubuhnya, dan ketika sang Bima masuk kedalam tubuh Dewa Ruci maka tampaklah olehnya bulan, bintang, matahari serta alam semesta berada bersamanya.
Cerita wayang tersebut menjelaskan tentang makna bahwasanya manusia memiliki kuasa atas pengendalian alam semesta.
III. Bagaimana alam semesta mempengaruhi kehidupan manusia ?

Kedua alam baik jagad alit maupun jagad ageng masing-masing memiliki sifat saling kuasa menguasai atau dalam bahasa jawa disebut dengan istilah wisesa amisesa wus. Keduanya bersifat untuk cenderung menjadi dominan dalam kehidupan, namun demikian jagad alit yang ada dalam diri manusia akan lebih banyak mengontrol sedangkan alam semesta cenderung bersifat merespon karena memang jagad manusia lah yang memiliki kehendak sedangkan alam semesta hanya berjalan sesuai takdir.
Jadi sebenarnya manusia itu sendirilah yang mengatur dan mengendalikan kehidupanya apakah menjadi sedih, gembira, miskin, kaya, beruntung, sial, dan sebagainya, karena alam semesta hanya merespon dan menciptakan situasi sesuai dengan ‘perintah’ yang berasal dari pikiran manusia.
Nah, yang banyak terjadi adalah manusia justru ‘dikuasai’ oleh respon alam karena tidak menyadari bahwa dirinya mengirim sinyal tersebut dan justru menjadi lebih meyakininya sebagai takdir.
Untuk lebih jelasnya saya berikan contoh sebagai berikut :
- Kehidupan di kota besar menuntut orang-orang untuk berfikir, bekerja atau bertindak lebih cepat karena besarnya tingkat persaingan, alam pun merespon pikiran tersebut dan menciptakan situasi dimana orang-orang menjadi lebih agresif dan serba cepat, tekanan akibat situasi yang diciptakan alam ini mendorong dan meyakinkan kembali manusia bahwa memang mereka harus agresif, demikan berulang seperti lingkaran yang tak berujung membuat manusia terjebak dalam situasi yang sebenarnya tercipta karena hasil pikiran sendiri.
- Seorang pengeluh akan selalu menemukan situasi dan kondisi yang tidak menyenangkan dan membuatnya mengeluh karena dia terjebak dalam sinyal pikirannya sendiri dan meyakini akan respon alam semesta.
- Seorang periang akan selalu menemukan situasi dan kondisi yang menyenangkan yang membuatnya selalu riang gembira karena respon alam semesta membuatnya gembira maka sinyal yang dipancarkan dari pikiranya adalah kegembiraan, demikian berulang kembali sehingga membuatnya menjadi seorang yang periang.
- Jika anda perhatikan sepenggal bait lagu yang berbunyi “ yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin” maka fenomena tersebut bisa dijelaskan bahwa orang miskin merasa bahwa dia harus bekerja keras untuk mendapatkan kekayaan dan merasa dirinya tidak memiliki kekayaan sehingga alam meresponnya dengan membuat situasi dan kondisi dimana dia serba kekurangan serta harus bekerja keras untuk mendapatkan kekayaan, sementara sebaliknya orang kaya berfikir bahwa dia akan mudah untuk mendapatkan harta dan merasa memiliki kekayaan sehingga alam meresponnya dengan situasi dan kondisi dimana dia akan dengan mudah mendapatkan kekayaan dan selalu dalam kondisi berkecukupan.
Begitulah, dalam bahasa jawa dikenal ungkapan ‘lahir kuwi utusane batin’ apa yang terlihat lahiriah sebenarnya adalah perintah atau suatu perwujudan dari apa yang ada dalam batin / fikiran, jika anda selalu berfikir positif maka anda juga akan mendapatkan hal-hal yang positif demikian sebaliknya.
Nah, jika anda tidak puas dengan kehidupan anda sekarang ini maka mulailah merancang seperti apa kehidupan yang anda inginkan dengan mengubah cara berfikir anda kemudian biarlah alam semesta merespon dan menciptakan situasi dan kondisi sesuai kehendak anda.
IV. Pengendalian Diri.

Tahap awal dalam mengendalikan diri ini adalah mengenal diri pribadi masing-masing mulai dari fisik, supranatural, spiritual, dsb sampai didapat sebuah gambaran tentang ‘sejatining pribadi’, dengan demikian akan disadari tentang tataran dan kapasitas diri.
Dengan mengetahui ‘sejatining pribadi’ maka akan didapat rasa percaya diri yang tepat bukan ‘over convidency’ namun juga bukan minder, ibarat memiliki sebuah komputer kita tahu berapa kapasitasnya sehingga akan jelas bagaimana meng-up grade untuk meningkatkan kemampuannya serta tahu tujuan dan penggunaanya.
A. Ruwat
Ruwatan adalah suatu ritual di jawa yang bertujuan untuk menghilangkan sukerta atau sengkala yang bermakna membuang segala pengaruh buruk pada diri manusia, karena dipercaya ada orang dengan kriteria tertentu yang membawa sukerta tersebut alami sejak lahir. Pada perkembanganya ruwatan juga dilakukan untuk membersihkan pengaruh-pengaruh buruk untuk suatu tempat atau orang-orang yang sedang terkena kesulitan hidup, seperti misalnya jika suatu daerah sering terkena bencana alam, wabah penyakit, atau jika seseorang sering mengalami musibah dan kesulitan ekonomi.
Jika tradisi ritual ruwatan ini masih eksis sampai sekarang tentulah karena memang ritual tersebut telah terbukti merubah kehidupan banyak orang menjadi lebih baik atau setidaknya sudah terbukti menghilangkan atau setidaknya meminimalkan pengaruh-pengaruh buruk yang sering dialami.
Tentu saja banyak pula yang tidak mendapatkan pengaruh apa-apa setelah dilakukan ritual ruwatan namun mungkin jika dibandingkan dengan yang berhasil prosentase nya lebih sedikit.
Apa sebenarnya ritual ruwatan tersebut jika dikaji dalam hubunganya dengan alam semesta, dan mengapa ada yang berhasil dan gagal ?
Hakekat ruwatan sebenarnya adalah mindseting ulang fikiran manusia, dari fikiran bahwa dirinya selalu akan mendapat kemalangan, penyakit, musibah dan sebagainya, untuk itulah maka istilah yang dipakaiadalah ‘dibersihkan’ artinya adalah membuang semua fikiran-fikiran negatif tentang kehidupan pribadi dan memulai dengan mindset baru. Jika kemudian ada yang berhasil karena mereka bisa meninggalkan mindset yang lama sehingga respon alam berupa situasi dan kondisi yang buruk tidak lagi berlaku karena telah diganti dengan ‘kehendak’ baru yang akan membuat alam semesta merespon dengan situasi dan kondisi sesuai mindset yang baru, sementar kebanyakan yang gagal adalah karena masih meyakini mindset lama dan tidak mampu meyakini perubahan yang diinginkan.
Jika anda ingin kehidupan yang lebih baik maka anda perlu diruwat, perbaharui mindset anda agar mendukung keinginan anda. Maka anda pun akan terkondisi dengan prilaku dan situasi yang membawa anda menuju keberhasilan tujuan anda. Bebaskan diri dari rasa ketakutan & kekhawatiran yakinlah dalam mencapai tujuan seperti sebuah anak panah yg lepas dari busurnya yg tdk akan berhenti sebelum mencapai titik sasaran
Laku
Laku dan tirakat adalah cara orang jawa dalam berusaha mencapai suatu keinginan mulai dari keinginan akan suatu ilmu, kekayaan, kesaktian, pangkat, rejeki dan sebagainya yang merupakan keinginan orang dalam hidup. Namun laku ini bukan lah suatu usaha yang berhubungan dengan keinginan tersebut tetapi lebih cenderung ke arah spiritual atau keyakinan.
Banyak macam orang dalam menjalani laku mulai dari puasa, tidak tidur, berendam di sungai, sampai kepada ritual yang aneh dan tidak masuk logika orang modern yg lain, yang kesemuanya bertujuan agar apa yang menjadi harapan mereka bisa tercapai.
Jika di aplikasikan pada jaman sekarang pastilah akan terasa berat untuk tidak tidur atau berpuasa selama 7 atau 40 hari penuh tanpa makan, sementara kewajiban atas pekerjaan dan aktifitas sehari hari menuntut orang untuk tetap fit dan dalam kondisi yang prima.
Jika demikian apakah konsep tentang laku ini sudah tidak relevan lagi dengan kondisi jaman sekarang ataukah masih perlu untuk dijalankan?
Jawabanya adalah Ya, anda masih perlu menjalankan laku, karena konsep tentang laku ini masih harus dijalankan dengan menyesuaikan perubahan jaman.
Hakekat laku adalah upaya dalam menjaga agar tetap fokus pada mindset dan tujuan, dengan demikian akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang agar selalu tetap dalam arah yang membangun tercapainya tujuan. Sebagai contoh misalnya ada orang yang menginginkan kekayaan maka dengan menjalankan laku dia akan menjauh dari tindakan pemborosan atau berfoya-foya dan kemudian akan cenderung hidup berhemat serta bekerja lebih keras. Jika anda ingin sukses dalam karir maka jadikanlah pekerjaan adalah laku anda sehingga mendorong anda bekerja lebih profesional, jujur dan disiplin dengan demikian anda akan terhindar dari kebiasaan dan etos kerja buruk yang dapat menghancurkan karir anda.
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang membuat orang berhasil mencapai tujuannya dengan menjalankan laku adalah bukan karena bentuk ritualnya melainkan karena mereka akan cenderung tetap fokus kepada apa yang menjadi tujuan sehingga segala sesuatu yang dikerjakan akan terkondisi pada arah untuk mencapai tujuan. Jika kita ambil hubunganya dengan pemahaman tentang alam semesta maka laku akan memperjelas visualisasi tujuan yang terekam dalam memori otak kita sehingga respon alam semesta akan lebih cepat diterima.
Jika anda ingin sukses dalam mencapai tujuan maka jalankan laku dengan cara tetaplah fokus pada keinginan untuk mencapai tujuan tersebut.
Mekanisme kehendak
Tindakan manusia dikendalikan oleh 3 unsur yang terdapat dalam fikiran yaitu cipta, rasa dan karsa, agar tercapai semua tujuan atau cita-cita maka ketiganya haruslah selaras.
Cipta.
Adalah akal fikiran manusia atau semua yang bisa ditangkap oleh panca indera sehingga bentuk dan visualisasinya jelas.
Rasa.
Adalah hati nurani yang mengendalikan semua perasaan manusia seperti marah, sedih, gembira, semangat, lesu dan sebagainya.
Karsa
Adalah keinginan atau bagian yang menggerakkan manusia untuk mencapai keinginannya.
Sebagai gambaran bagaimana ketiga unsur ini berjalan adalah sebagai berikut :
- Keinginan untuk minum misalnya, berawal ketika panca indera kita merespon suhu panas atau gerah yang ditangkap cipta kita sehingga membuat rasa merespon suasana haus dan menggerakkan karsa untuk keinginan minum.
- Namun untuk aktifitas atau tujuan yang besar dan tidak bisa spontan sering kali ketiga unsur tersebut tidak selaras sehingga tujuan menjadi tidak tercapai. Sebagai contoh misalnya seseorang berkeinginan untuk meraih sukses, cipta atau visualisasi keinginan yang ditangkap pertama kali mungkin jelas, dan rasa maupun karsa pada saat tersebut mungkin juga merespon positif namun dalam perjalanan waktu karena benturan kesulitan dan persoalan yang ditangkap oleh cipta pada berikutnya akan menggoyahkan keyakinan dalam rasa sehingga berpengaruh pada karsa atau keinginan yang memudar sehingga akhirnya tujuan tidak tercapai.
Jadi jelas bahwa untuk mencapai tujuan maka ketiga unsur tersebut haruslah selaras yang pada akhirnya arah dan tujuan akan tetap fokus dan jelas sehingga akan menciptakan respon dari alam semesta yang mendukungnya.
Dari ketiga unsur tersebut rasa berperan sangat penting karena rasa adalah jembatan antara cipta dan karsa, rasa adalah keyakinan yang menjembatani antara kenyataan dan harapan. Selain daripada tersebut karena cipta atau fikiran yang ditangkap sangatlah banyak sehingga akan susah mengontrolnya satu persatu, sedangkan rasa berhubungan dengan suasana hati sehingga akan lebih mudah dalam mengontrol namun demikian keyakinan yang ada pada rasa akan sangat berpengaruh pada semuanya, itulah sebabnya banyak sekali metoda atau cara dalam mengolah rasa.
Narimo ing pandum lilahing Gusti
artinya ‘menerima/ikhlas atas apa yg diberikan Tuhan’, narimo ing pandum bukan berarti cuma pasrah akan apa yg terjadi, tetapi suatu sikap batin dimana kita ikhlas menerima apapun yg terjadi setelah kita melakukan upaya dan ikhtiar.
Sikap narimo ini akan membuat kita merasa ‘selalu berkecukupan’ dan tidak akan lelah untuk mencapai yang lebih, karena usaha dan perjuangan yg dilakukan untuk mendapatkan peningkatan (materi maupun spiritual) bukan berdasarkan nafsu dan ambisi tetapi sebagai sebuah laku atau kewajiban manusia dalam hidup.
kalau kata ahli agama kita harus selalu bersyukur atas anugerah Tuhan, kalau kata ahli mind power jika kita selalu berfikir bahwa kita ‘berkecukupan’ maka alam akan merespon dan menciptakan kondisi kita menjadi ‘berkecukupan’. orang jawa bilang : narimo ing pandum.
Sapa weruh ing panuju, sasat sugih pager wesi
Setelah diruwat, dibersihkan dari anasir-anasir yg negatif, kekuatiran, ketakutan dan ketidak yakinan menjadi sirna lalu apa berikutnya ?
Tetapkan tujuan !
Tanpa tujuan, perjalanan hanya akan berputar mengikuti waktu.
Tanpa tujuan, hidup tidak akan memiliki arah yang pasti.
Sapa weruh ing panuju (siapa yg tau akan tujuan hidupnya) sasat sugih pager wesi (seolah-olah punya (banyaK) pagar besi yg melindungi).
Siapapun yg konsisten dalam meraih tujuan pasti tidak akan tergoda oleh segala hal yang akan menggagalkan atau memperlambat tercapainya tujuan tsb.
Karena tujuan itulah yg akan ‘memagari’ dari pengaruh-pengaruh yg mengagalkannya.
Jangan hanya menggantungkan cita-cita setinggi langit tapi yakinkan dan berusahalah untuk mencapainya..perjalanan panjang bukan lah satu kali lompatan besar, namun terdiri dari ribuan langkah-langkah kecil.
Sumber  : Alang Alang Kumitir
Selengkapnya...

HURUF JAWA

Hanacaraka atau dikenal dengan nama carakan atau cacarakan (bahasa Sunda) adalah aksara turunan aksara Brahmi yang digunakan atau pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa,Madura">
Bentuk hanacaraka yang sekarang dipakai (modern) sudah tetap sejak masa Kesultanan Mataram (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari aksara Kawi dan merupakan abugida. Hal ini bisa dilihat dengan struktur masing-masing huruf yang paling tidak mewakili dua buah huruf (aksara) dalam huruf latin. Sebagai contoh aksara Ha yang mewakili dua huruf yakni H dan A, dan merupakan satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata "hari". Aksara Na yang mewakili dua huruf, yakni N dan A, dan merupakan satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata "nabi". Dengan demikian, terdapat penyingkatan cacah huruf dalam suatu penulisan kata apabila dibandingkan dengan penulisan aksara Latin.

Kelompok aksara

Pada bentuknya yang asli, aksara Jawa Hanacaraka ditulis menggantung (di bawah garis), seperti aksara Hindi. Namun demikian, pengajaran modern sekarang menuliskannya di atas garis.
Aksara hanacaraka Jawa memiliki 20 huruf dasar, 20 huruf pasangan yang berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf "utama" (aksara murda, ada yang tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, lima aksara swara (huruf vokal depan), lima aksara rekan dan lima pasangannya, beberapa sandhangan sebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda baca, dan beberapa tanda pengatur tata penulisan (pada).

Huruf dasar (aksara nglegena)


  • ha na ca ra ka
  • da ta sa wa la
  • pa dha ja ya nya
  • ma ga ba tha nga
Berikut ini adalah aksara nglegena:
Hanacaraka-jawa-1.png

Huruf pasangan (Aksara pasangan)

Pasangan dipakai untuk menekan vokal konsonan di depannya. Sebagai contoh, untuk menuliskan mangan sega (makan nasi) akan diperlukan pasangan untuk "se" agar "n" pada mangan tidak bersuara. Tanpa pasangan "s" tulisan akan terbaca manganasega (makanlah nasi).
Tatacara penulisan Jawa Hanacaraka tidak mengenal spasi, sehingga penggunaan pasangan dapat memperjelas kluster kata.
Berikut ini adalah daftar pasangan:
03PasanganHanacaraka.JPG

Huruf utama (aksara murda)

Pada aksara hanacaraka memiliki bentuk murda (hampir setara dengan huruf kapital) yang seringkali digunakan untuk menuliskan kata-kata yang menunjukkan nama gelar, nama diri, nama geografi, nama lembaga pemerintah, dan nama lembaga berbadan (Kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang menunjukkan hal-hal diatas biasanya diawali dengan huruf besar atau kapital. Untuk itulah pada perangkat lunak ini kita gunakan huruf kapital untuk menuliskan aksara murda atau pasangannya)
Berikut ini adalah aksara murda serta pasangan murda:
04AksaraMurda.JPG

Huruf Vokal Mandiri (aksara swara)

06AksaraSwara.JPG
07ContohAksaraSwara.JPG

Huruf tambahan (aksara rèkan)

08AksaraRekan.JPG

Huruf Vokal tidak Mandiri (Sandhangan)

Sandhangan1.png

Tanda-tanda Baca (pratandha)

Pratandha.png

Gaya Penulisan (Style, Gagrag) Aksara Jawa

Berdasarkan Bentuk aksara Penulisan aksara Jawa dibagi menjadi 3 yakni:
  • Ngetumbar
Aj-ngtmbr.png
  • Mbata Sarimbag
Aj-bs.png
  • Mucuk eri


Berdasarkan Daerah Asal Pujangga/Manuskrip, dikenal gaya penulisan aksara Jawa :
  • Jogjakarta
Aj-jogja.png
  • Surakarta
Aj-solo.png
  • Lainnya
Aj-ngtmbr.png

Aturan baku penggunaan hanacaraka

Penggunaan (pengejaan) hanacaraka pertama kali dilokakaryakan pada tahun 1926 untuk menyeragamkan tata cara penulisan menggunakan aksara ini, sejalan dengan makin meningkatnya volume cetakan menggunakan aksara ini, meskipun pada saat yang sama penggunaan huruf arab pegon dan huruf latin bagi teks-teks berbahasa Jawa juga meningkat frekuensinya. Pertemuan pertama ini menghasilkan Wewaton Sriwedari ("Ketetapan Sriwedari"), yang memberi landasan dasar bagi pengejaan tulisan. Nama Sriwedari digunakan karena lokakarya itu berlangsung di Sriwedari, Surakarta. Salah satu perubahan yang penting adalah pengurangan penggunaan taling-tarung bagi bunyi /o/. Alih-alih menuliskan "Ronggawarsita" (bentuk ini banyak dipakai pada naskah-naskah abad ke-19), dengan ejaan baru penulisan menjadi "Ranggawarsita", mengurangi penggunaan taling-tarung.
Modifikasi ejaan baru dilakukan lagi tujuh puluh tahun kemudian, seiring dengan keprihatinan para ahli mengenai turunnya minat generasi baru dalam mempelajari tulisan hanacaraka. Kemudian dikeluarkanlah Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga gubernur (Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur) pada tahun 1996 yang berusaha menyelaraskan tata cara penulisan yang diajarkan di sekolah-sekolah di ketiga provinsi tersebut.
Tonggak perubahan lainnya adalah aturan yang dikeluarkan pada Kongres Basa Jawa III, 15-21 Juli 2001 di Yogyakarta. Perubahan yang dihasilkan kongres ini adalah beberapa penyederhanaan penulisan bentuk-bentuk gabungan (kata dasar + imbuhan).

Perubahan Aksara Pallawa ke Aksara-Aksara Nusantara

Perubahan Aksara Pallawa

Perbandingan aksara Jawa dan aksara Bali

Hanacaraka gaya Jawa, aksara-aksara dasar
Hanacaraka gaya Bali, aksara-aksara dasar 
































Penulisan Aksara Jawa dalam Cacarakan Sunda

Cacarakan.png

Ada sedikit perbedaan dalam Cacarakan Sunda dimana aksara "Nya" dituliskan dengan menggunakan aksara "Na" yang mendapat pasangan "Nya". Sedangkan Aksara "Da" dan "Tha" tidak digunakan dalam Cacarakan Sunda. Juga ada penambahan aksara Vokal Mandiri "É" dan "Eu", sandhangan "eu" dan "tolong"

Selengkapnya...

SIFAT NAMA TEMBANG - TEMBANG MOCOPAT

1. Mijil dalam pupuh dandanggula :

Ponang jabang nembe mijil puniki
Gawe kesengsem ingkang nyawang
Gemlethak penak sarene
Najan dalu wus larut
Katon ayem ngrerujit ati
Sarta gegurit manah
Kang pirsa rasane wuyung
Ketaman si tetuka
Dhuh kusuma pujaning wak mami
Mugi gusti paring nugraha


2. Maskumambang dalam pupuh dandanggula :

Datan pupus rawat sang ponang aji
Trenyuh pinda maskumambang
Rinengkuh jiwa ragane
Guyune gawe kepincut
Gawe bingung yen lagi nangis
Rebut ducung prasamnya
ywa glis tetulung
Kusuma papujaning rasa
Aja pijer gawe ribeting ati
Enggal sira menenga

3. Kinanti dalam pupuh dandanggula :
Lakunira dalu dumugeng ratri
Binareng gumelaring tawang
Si ponang pinter lampahe
uga bisa celadu
Pinda guru kang pinter ngaji
Tansah dadi pepujan
Gawe seneng bapa biyung
Ing swasana adat punika
Aywa kongsi tresna ngoncati
Ngati-ati nganthi karsa

4. Sinom dalam pupuh dandanggula :
Putra ingsun pepujaning ati
Sing prasaja aja cidra
Ywa jujur ing margane
Donya kebak reridu
Kudu tabah waspada katah ngelmi
Urip ing marcapada
Sampun katah kang di ugung
Tan kendat nggennya dedonga
Cobaning urip ana ing lakunireki
Doh rubeda lan bebaya

5. Dandanggula :
Pancen ribet yen nandang penggalih
Runtut tansah ndandanggula
Saben rina lan wengine
Mlampah tebih datan lesu
Andika mung anuruti ati
Luwih gampang laku sembrana
Najan margi lunyu
Tundone agawe tuna
Enggala den waspada ngati-ati
Amrih gesang mulya

6. Asmaradana dalam pupuh dandanggula :

Gegulangen kalbunira kaki
Lamun sira nandang asmara
Yen lara suwe marine
Wus kadung tambah bingung
Tresna luntur gegurit ati
Gawe rusak jiwa raga
Lumuntur rusaking kalbu
Gesang ginawe rekasa
Enggal-enggal pepuji mring Hyang Widi
Angruwat rasane driya

7. Gambuh dalam pupuh dandanggula :

Gambuh iku pepalanging ati
Gawe lali margane utama
Yen lara angel tambane
Duh dewa jawata gung
Welasana mring muda iki
Aywa nganti katekan
Praptane kala bendu
Awit urip nora gampang
Mula kudu nastiti ngati-ati
Mapanaken jiwa raga

8. Durma dalam pupuh dandanggula :

Ing lelakon gesanging pra jalmi
Mulat sarira wani angrasa
Amrih padang ing uripe
Urip ing samodra gung
Gampang angel yen di lampahi
Aja pijer nggege mangsa
Gawe sakiting kalbu
Pinda prau ing samodra
Prasasat datan ana kang ngimbangi
Urip dadi tanpa guna

9. Pangkur dalam pupuh dandanggula :

Pangkur iku wujud ngepanging pikir
Wayah mungkur nyawang sarira
Arsa tinimbalan gustine
Pan ancat datan mampu
Lamun iku pepestene gusti
Yen wus titi wancine samya
Pangarepe dadiya pupus
Sera datan suwala
Angoncati kersane Hyang Widi
Sigra ngadeping ngarsa

 
10. Megatruh dalam pupuh dandanggula :

Sigra kondeg kabehing laku nireki
Darbe drajat lan banda sirna
Awit wus ganti alame
Karsane gusti kang agung
Tangeh lamun yen di oncati
Yen titi wanci gumlewang
Sira mung bisa satuhu
Gya eling waspada
Mumpung mangsih yuswa kang aji
Rina wengi ing dedonga

11. Pucung dalam pupuh dandanggula :

Mori petak kang ginawa mati
Kidung tahlil ngumandang angkasa
Kekes tintrim swasanane
Gumletak layon tan bangun
Ana raga tan bisa tangi
Sarene dadi tontonan
Kang pirsa amari kelu
Sinawang kang wus layon
Datan saget dedongengan malih
Tembang pucung sampun prapta

12. Wirangrong dalam pupuh dandanggula :

Lelimengan rembulan surya wus lari
Ganti crita ngumandang ing rasa
Angrasani dak gesange
Raga sukma pisah sampun
Kanti ninggal crita nyawiji
Dados dedongengan
Rina kalawan ndalu
Pinda pengilone ngagesang
Urip iku tansah titi ngati-ati
Sangu sawon ing ayunan
Selengkapnya...

Sabtu, 26 Februari 2011

FALSAFAH TIYANG JAWI

FALSAFAH ( PANDANGAN HIDUP ) punika  menawi  dipun  tegesi  mawi  pangertosan  Jawi tegesipun kirang langkung   “ Pandom panutan  gambaraning ngagesang “.

Orang Jawa ( TIYANG JAWI )  punika  tiyang  ingkang  mapan  utawi  asal saking tanah jawi, inggih  punika wewengkon ingkang  kala rumiyin kaiket dening pranatan lan kabudayan kraton ingkang mapan ing tanah Jawi.

Tiyang Jawi kawentar golonganing bebrayan agung ingkang nggadhahi falsafah lan unggah-ungguh ingkang alus lan jangkep.
Selengkapnya...

WONG JOWO ILANG JAWANE

Ilang Jawane
APA bener wong Jawa iku bakal ilang Jawane? Ilang Jawane tegese ilang sifat-sifat lan kepribadian kejawaane. Yen wis ilang Jawane kaya-kaya ya wis dudu wong Jawa maneh. Banjur wong Jawa iku dadi wong sing kaya apa? Wong Jawa diarani Jawa amarga nduweni sifat lan ciri-ciri tinartu. Upamane: wong Jawa iku basa ibune basa Jawa, kesenian, tradisi lan kabudayane tradisi, kesenian, lan kabudayan Jawa. Lha nek wis ora bisa basa Jawa, ora ngerti tradisi lan kesenian Jawa, ora tepung karo kabudayan Jawa, “gaya hidup”-e wis ora kaya salumrahe wong Jawa, apa ya isih bisa diarani wong Jawa?

Rehne anak-putune wong Jawa, mesthine ya tetep wong Jawa. Sifat-sifat kang tumurun marang anak-putu bisa dibedakake dadi rong werna, yaiku warisan biologis lan warisan sosial utawa kabudayan. Satemene sing bisa diwariske langsung iku ya mung warisan biologis. Rehne turune wong Jawa ya nduweni sifat fisik lan biologis kadideme wong Jawa, upamane: kulite nyawo mateng, rambute ireng lurus, irunge rada pesek, lan liya-liyane. Dene warisan sosial iku warisan sing bisa diwarisi srana sinau utawa liwat sosialisasi. Tanpa sinau utawa srawung karo padha-padha wong Jawa, ya ora bisa basa Jawa, ora tepung karo kesenian Jawa.

Warisan biologis iku wis kunandhut ana gen utawa bibite. Rehne bibite wong Jawa, ya marisi sifat fisik dalah potensi-potensi mental Jawa. Wong Jawa sing digulamenthah lan digedhekake ing kulawarga manca mung oleh warisan biologis, ora oleh warisan sosial.

Lha gambarane wong Jawa sing wis ilang Jawane iku ya sing kaya ngono mau. Nanging keh-kehane wong Jawa sing urip ing satengahe bangsa lan kabudayaan liya, ya isih padha ngleluri kabudayane leluhure, upamane wong Jawa kang dedunung ana Suriname, wong Jawa sing daerah-daerah transrnigrasi ing luwar Jawa.

Basa lan kabudayaan Jawa iku tansah ngrembaka lan owah-gingsir nuting jaman kelakone. Kabudayaan Jawa iku perlu diuri-uri supaya lestari lan isih tetep dadi warisan kanggo anak-putu, mung bae kabudayaan mau besuke mesthi wis beda karo kabudayaan Jawa saiki, nanging ora ateges menawa wong Jawa banjur ilang Jawane. Ya mung “Jawane” wong Jawa besuk mbokmenawa wis beda karo “jawane” wong Jawa saiki.

Pancen ana bae wong Jawa sing ora njawani, sauger wong Jawa iku isih ana, kajawaane mbokmenawa uga tetep isih ana, Dadi, tetembungan “wong Jawa ilang Jawane” ora bisa disurasa kanthi wantah bae. Sing genah keiawaane wong Jawa iku owah-gingsir nuting jaman kelakone. Pamiara lan panguri-uri iku perlu, nurih kajawaan mau ora adoh mlencenge.
Selengkapnya...

ASAL USUL JAWA DWIPA

Adalah  nama pulau Jawa dizaman dulu kala, merupakan satu dari gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara yang disebut  Nusantara, pada dulu kala dinamakan Sweta Dwipa.Seluruh gugusan kepulauan di Asia Selatan dan Tenggara dinamakan anak benua atau gugusan pulau-pulau Jawata.
Dahulu ,anak benua di India disebut Jambu Dwipa, sedangkan seluruh kepulauan Nusantara disebut Sweta Dwipa. Karena Jambu Dwipa dan Sweta Dwipa berasal dari daerah yang sama, maka tidak heran kalau budayanya banyak yang menyerupai atau dalam perkembangan saling mempengaruhi.
Dari perkembangan geografis, pada 20 hingga 36 juta tahun lalu, di Asia bagian selatan terjadi proses bergeraknya anak benua India ke utara, mengakibatkan tabrakan dengan lempengan yang diutara, akibatnya ada tanah yang mencuat keatas , yang kini dikenal sebagai gunung Himalaya.Pada saat itu dataran Cina masih terendam lautan.Anak benua yang diselatan dan tenggara ,yaitu Jawata, termasuk Sweta Dwipa dan Jawa Dwipa muncul sebagai pulau-pulau mata rantai gunung berapi.

Keturunan dewa
Dalam cerita kuno dikatakan bahwa orang Jawa itu anak keturunan atau berasal dari dewa. Dalam bahasa Jawa orang Jawa disebut Wong Jawa, dalam bahasa ngoko-sehari-hari, artinya : wong itu dari kata wahong Jawa, artinya orang Jawa itu adalah anak keturunannya dewa. Begitu pula Tiyang Jawa itu dari Ti Hyang Jawa artinya juga sama, yaitu anak keturunan dewa ,dalam bahasa krama inggil –halus.

Jawata artinya adalah dewa, gurunya orang Jawa.

Menurut pedalangan wayang kulit, keindahan pulau Jawa dikala itu telah menarik perhatian dewa dewi dari kahyangan, sehingga mereka turun ke marcapada, tanah Jawa dan membangun kerajaan-kerajaan pertama di Jawa Dwipa.Raja Kediri, Jayabaya adalah  Dewa Wisnu yang turun dari kahyangannya.Jayabaya amat populer di Jawa dan Indonesia karena ramalannya yang akurat mengenai sejarah perjalanan negeri ini dan berisi nasihat-nasihat bijak bagi mereka yang memegang tampuk pimpinan negara, para priyayi/pejabat negara, tetapi juga untuk kawula biasa.Ajarannya mengenai perilaku yang baik benar sebenarnya juga mempunyai kebenaran universal.

Kerajaan Pertama
Jawa Dwipa,  menurut salah satu  sumber adalah kerajaan dewa pertama di pulau Jawa , letaknya di gunung Gede,  Merak, dengan rajanya Dewo Eso atau Dewowarman yang bergelar Wisnudewo. Ini melambangkan dewa kahyangan, permaisurinya bernama Dewi Pratiwi, nama dari Dewi Bumi. Dia adalah putri dari seorang begawan Jawa yang terkenal yaitu Begawan Lembu Suro yang tinggi elmunya/pengetahuan spiritualnya ,. yang mampu hidup di tujuh dimensi alam (Garbo Pitu), tinggal di Dieng (letak geografis di Jawa Tengah).

Dieng dari Adhi Hyang artinya suksma yang sempurna.
Perkawinan Wisnudewo dengan Dewi Pratiwi melambangkan turunnya dewa yang berupa suksma untuk menetap dibumi. Keberadaannya di bumi aman dan bisa berkembang karena didukung oleh daya kekuatan bumi yang digambarkan sebagai Begawan Lembu Suro.

Betara Guru
 Kecantikan Pulau Jawa bahkan menarik hati Rajanya para dewa yaitu Betara Guru untuk mendirikan kerajaan dibumi. Turunlah dia dari domainnya di Swargaloka dan memilih tempat tinggal di gunung  Mahendra. ( Kini disebut Gunung Lawu terletak diperbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur antara Surakarta dan Madiun). Betara Guru  punya nama lain Sang Hyang Jagat Nata , ratunya Jagat Raya – The king of the Universe dan Sang Hyang Girinata,  ratunya gunung-gunung, - the King of Mountains.  Di kerajaan Mahendra, Sorga yang agung – The great Heaven , Betara Guru memakai nama  Ratu Mahadewa.
Karaton kerajaan Mahendra dibangun mirip seperti karatonnya yang di Kahyangan.
Piranti-piranti sorga juga dibuat, antara lain:
  1.  Gamelan, seperangkat alat musik  untuk hiburan para dewa dengan menikmati alunan suaranya yang merdu dan saat  sedang menari/olah beksa. Menari/olah beksa itu bukanlah sekedar mengayunkan raga mengikuti ritme musik tetapi merupakan latihan untuk konsentrasi dan selanjutnya  kontemplasi untuk mengenal jati diri dan menemui Sang Pencipta (seperti Yoga dalam arti yang sebenarnya) . Nama gamelan itu adalah Lokananta.
  2. Patung-patung penjaga istana yaitu Cingkarabala dan Balaupata , yang diletakkan dikanan-kiri pintu gerbang istana. Artinya istana dijaga kuat sehingga aman.
  3. Pusaka berupa keris , cakra, tombak, panah, dll dibuat oleh empu terkenal yaitu Empu Ramadhi .
    Raja Dewa yang lain
Setelah para dewa bisa tenang tinggal dibumi Jawa , menikah dengan putri pribumi dan punya anak keturunan, Betara Guru kembali ke Kahyangan. Beberapa putranya ditunjuk untuk meneruskan memimpin kerajaan-kerajaan selain di Jawa juga di Sumatra dan Bali.

Di Sumatra :Sang Hyang Sambo bergelar Sri Maharaja  Maldewa, di kerajaan Medang Prawa, di gunung Rajabasa .( Didekat Ceylon sekarang ada negeri Maldives).
Di Bali :Sang Hyang Bayu , bergelar Sri Maharaja Bimo, di Gunung Karang , kerajaannya Medang Gora. ( Pulau Bali juga terkenal sebagai Pulau Dewata)
Di Jawa :
  1. Sang Hyang Brahma bergelar Sri Maharaja Sunda, di gunung Mahera , Anyer, Jawa Barat. Kerajaannya Medang Gili.( Asal mulanya penduduk yang tinggal di Jawa bagian barat disebut orang Sunda).
  2. Sang Hyang Wisnu bergelar Sri Maharaja Suman , di  gunung Gora , Gunung Slamet , Jawa Tengah. Kerajaannya  Medang Puro.
  3. Sang Hyang Indra,  bergelar Sri Maharaja Sakra,  di  gunung Mahameru, Semeru , Jawa Timur. Kerajaannya Medang Gana. 
Karaton dipuncak gunung
Menarik untuk diperhatikan bahwa para dewa selalu membangun karaton dipuncak-puncak gunung. Ini menggambarkan dewa itu berasal dari langit, dari tempat yang tinggi. Tempat tinggi, diatas itu artinya bersih, jauh dari hal-hal kotor, sikap harus dijaga tetap suci, baik, benar, sopan, bagi dewa yang telah menjadi manusia dan tinggal dibumi.

Bumi Samboro
Ini artinya tanah yang menjulang kelangit. Dalam kebatinan Kejawen, contohnya adalah Gunung Dieng, Adhi Hyang, maksudnya supaya orang selama masih hidup didunia mencapai puncak pengetahuan spiritual, mendapatkan pencerahan jiwani, tinggi elmunya, suci lahir batin. Puncak itu adalah Adhi Hyang atau Bumi Samboro.

Dewo ngejowantah
Dewa yang menampakkan diri. Dewa yang berbadan cahaya bisa menampakkan diri dan dilihat oleh saudara-saudara kita yang telah tinggi tingkat kebatinannya, yang sudah bontos elmu sejatinya., artinya sudah melihat kasunyataan – kenyataan sejati.

Dipandang dari sudut spiritualitas, turunnya dewa ke bumi adalah gambaran dari merasuknya suksma, spirit, jiwa kedalam badan manusia dan lalu menjadi manusia. Oleh karena itu, manusia termasuk manusia Jawa adalah berasal dari suksma, spirit, dewa.

Orang Jawa
Orang Jawa adalah sebutan bagi orang yang tinggal di Jawadwipa atau dipulau Jawa pada dulu kala.Pada saat ini yang dinamakan orang Jawa adalah penduduk yang menghuni di pulau Jawa bagian tengah dan timur yang disebut suku bangsa Jawa dan anak keturunannya .Pada umumnya mereka masih melestarikan budaya, adat istiadat warisan nenek moyangnya dan berbicara bahasa Jawa.Kebanyakan anak keturunan orang Jawa yang tinggal diluar “tanah Jawa” seperti  di Jakarta dan daerah maupun negara lain, meski masih melestarikan atau akrab dengan budaya leluhurnya, sudah tidak lagi berkomunikasi dengan bahasa Jawa, mereka menggunakan bahasa Indonesia.
Harus diberi acungan jempol bahwa semua suku bangsa yang bermacam-macam di Indonesia, menjunjung tinggi rasa ke- Indonesia-an ,sebagai satu rumpun bangsa yang bersatu.Terlahir sebagai bangsa Indonesia sudah terpatri didalam lubuk hati yang terdalam sejak kelahiran ditanah air tercinta Indonesia, tidak peduli apa suku bangsanya. Rasa kepatriotan kesukuan tidak ada, yang ada adalah patriot Indonesia!

Dalam masyarakat multikultural Indonesia yang pluralistis,  budaya, adat istiadat bermacam daerah dilestarikan dan dikembangkan untuk disumbangkan kepada Indonesia merdeka yang bersatu, bernaung dibawah kibaran bendera pusaka Merah Putih.

Masa Pra-Sejarah
Dalam khasanah Arkeologi, nama Java Man sudah tidak asing lagi, ini menunjuk kepada nenek moyang orang Jawa dikala purba.Situs manusia purba di Indonesia, pulau Jawa adalah di Sangiran yang terbelah sisi utara dan selatan karena dilewati aliran Kali Cemoro yang mengalir dari Gunung Merapi menuju ke Bengawan Solo. Bagian utara termasuk wilayah Desa Krikilan, Sragen, sedangkan yang belahan selatan masuk Desa Krendowahono, Karanganyar.

Penelitian dalam rangka mencari fosil nenek moyang manusia di Sangiran sudah dimulai sejak 1893 oleh peneliti Eugene Dubois.Dia menemukan fosil manusia purba di Trinil, Ngawi, Jawa Timur, yang dinamakan Pithecanthropus Erectus, artinya manusia kera yang berjalan tegak.

Penelitian di Sangiran dilanjutkan kembali secara intensif sejak 1930  oleh J.P. van Es dan 1934 oleh GHR von Koenigswald.Tidak kurang dari seribu alat-alat dari batu buatan manusia yang pernah tinggal disini diketemukan.

Alat dari batuan kaldeson yang dipecahkan itu bisa dipergunakan untuk memotong, menyerut dan untuk meruncingkani tombak. Oleh von Koenigswald alat-alat itu disebut  alat serpih dari SangiranThe Sangiran Flake Industry.

Meganthropus Paleojavanicus, manusia purba yang punya fosil rahang atas yang ukurannya besar diketemukan ditahun 1936. Selanjutnya ditahun 1937 diketemukan fosil manusia purba yang dinamakan Pithecanthropus Erectus. Penemuan spektakuler ini  melibatkan banyak peneliti kondang dari manca negara dan para ahli Indonesia seperti R.P. Soejono, Teuku Yacob, S.Sartono, Hari Widianto
dll.

Juga ikut terlibat berbagai lembaga peneliti seperti  American Museum of National History, Biologisch-Archaelogisch Institut, Groningen, Tokyo University, Padova University, National d”Histoire Naturelle, Paris, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Yogyakarta dll.

Pemerintah RI telah menetapkan daerah Sangiran seluas 56 km2 sebagai Daerah Cagar Budaya. Pada 5 Desember 1996, Situs Sangiran oleh Unesco dinyatakan sebagai Warisan Budaya Dunia , World Heritage List No. 593, dengan nama Sangiran Early Man Site, Situs  Hunian Manusia Purba Sangiran.

Menurut penelitian geologis, Situs Sangiran  sudah muncul 3( tiga) juta tahun lalu dan merupakan perbukitan dengan struktur kubah ditengahnya, disebut Sangiran Dome.
Sekitar 1.8 hingga 1 juta tahun lalu ,daerah Jawa Tengah dan Timur merupakan lembah ,yang sebelah selatan dibatasi Gunung Selatan, sebelah utara oleh Gunung Kendeng. Lembah itu sebagian besar berupa danau dan rawa-rawa. Disebelah timur lembah berupa lautan. Ditengah lembah ada gunung a.l. Gunung Lawu Purba dan Gunung Wilis.
Pada saat itulah mulai muncul kehidupan manusia purba disekitar rawa-rawa dan muara sungai Cemoro yang bersumber di Gunung Merapi. Homo Erectus yang dikenal sebagai Java Man tinggal disekitar sungai Cemoro sekarang dan kehidupannya berkembang terus dengan diketemukannya ribuan alat-alat batu.

Selain fosil manusia purba, juga diketemukan fosil-fosil binatang purba seperti : Gajah, Banteng, Kerbau, Rusa, Kuda Nil – hippopotamus dll.Kuda Nil Sangiran ini ukuran besar dan beratnya duakali lipat dari kuda Nil yang ada sekarang ini!

Temuan fosil manusia, binatang dan peralatan batu yang jumlahnya ribuan bisa dilihat di Musium Sangiran.

Perkembangan budaya dari manusia purba menjadi manusia modern berjalan dalam kurun waktu yang sangat lama. Ini adalah uraian dari segi ilmiah mengenai keberadaan orang Jawadan anak keturunannya yang menghuni pulau ini sejak dahulu kala.

Orang Jawa dari sudut pandang kebatinan

Pulau Jawa  mulai kelihatan dihuni manusia yang lebih maju peradabannya sejak 10.000. –sepuluh ribu tahun sebelum Masehi dan mulai agak ramai pada 3.000 –tigaribu tahun sebelum Masehi. Disaat itu kehidupan mulai mengelompok , sumber makanan mulai diperhatikan,  tanaman mulai diurusi, selanjutnya dibudidayakan dengan sederhana sawah yang dialiri air.Keberadaan lahan, air, bibit tanaman dan pakan tidak menjadi masalah, karena sumbernya kaya dan luas dan penghuni masih sangat sedikit.

Muncul nama anak benua Jawata, Kepulauan Sweta Dwipa, Nusantara dan Jawa Dwipa yang adalah pulau Jawa. Nama penghuni pulau Jawa adalah orang Jawa.
Dibumi Jawa ,nama itu punya arti dan maksud yang penting. Nama pasti mempunyai arti dan mengandung makna dan harapan. Misalnya orang tua yang menghendaki anaknya selalu selamat, maka anaknya dinamai Slamet atau Sugeng, atau Rahayu. Supaya anaknya bijak dinamai Wicaksono, ingin waskita dinamai Waskita. Ingin anak perempuan yang cantik bagai bidadari ,diberi nama seperti nama bidadari seperti Ratih, Nawangwulan, Laksmi dll. Ingin supaya anak laki-laki yang macho, berwatak satria, diberi nama Satria atau nama-nama satria dalam wayang seperti : Arjuna, Bimo, Sadewo dll.
Nama-nama tempat  dan rumah/gedung tentu diberi nama yang bagus, terutama bagus artinya, tetapi juga enak diucapkannya.Hal ini merupakan kebiasaan yang lain dengan orang Inggris misalnya ,yang mengatakan : What is in a name? Apa artinya sebuah nama?
Dibabad Jawadwipa telah disebutkan bahwa wong atau tiyang Jawa artinya keturunan dewa.

Pangiwo dan Panengen

Dalam Kejawen ada istilah Pangiwo dan Panengen. Pangiwo artinya kiwo, sebelah kiri, tempat yang sepi, tempat nya suksma, alam Kadewatan. Hidupnya dinamakan Sang Hyang Nurcahyo, berupa sinar gemilang, masih berada dialam gaib, belum punya piranti untuk hidup didunia, karena tidak punya badan fisik.

Panengen  artinya sebelah kanan, tidak sepi, sudah mulai kelihatan. Ini perlambang kehidupan badan raga. Dimulai sejak berujud wiji, benih yang berada digua garba ibu, dalam pertapaan sembilan bulan mendapatkan sari makanan melalui usus yang berpusat dipusar ibu, siap muntuk lahir dan hidup didunia luar.

Tanah Jawa
Ada tanah Jawa atau tanah Jawi, maksudnya : ta- sira, kamu,anda ;nah dari mrenah artinya bertempat tinggal di Jawa atau Jawi – njawi artinya diluar, dijagat ini. Anda  sudah tidak tinggal lagi dialam gaib,alam kadewatan, alam suksma, kini kamu tinggal diluar, dijagat ini.

Jadi sebenarnya hidup manusia dibumi ini tidak memisahkan kehidupan suksmanya yang berasal dari alam gaib dan kehidupan raganya didunia ini. Suksma dan raga selalu melekat tak terpisahkan dalam diri seorang manusia.Persatuan suksma dan raga dalam keadaan sempurna, sinkron. Kalau satu hari ,raganya rusak, maka suksma akan kembali lagi  kealam asalnya, yang disebut alam suksma, alam gaib, alam kadewatan.

Jadi semakin terbuka jelas ajaran spiritual Jawa, bahwa suksma itu hidup langgeng, abadi, yang rusak itu raga. Oleh karena itu ada ungkapan kebatinan : Asal mula bali marang mula-mula, yang  artinya suksma, roh kembali kelam asalnya, ke haribaan Tuhan.

Orang Jawa memang senang mengungkap sesuatu dengan perlambang ,dengan simbol-simbol. Bagi mereka yang belum biasa, bisa terjebak dalam menangkap artinya, karena ditafsirkan secara harafiah.

Arti kata Jawa
Menurut Prof. Mr. Hardjono.almarhum , Guru Besar Universitas Gaja Mada,ditahun 1980-an mengatakan kepada penulis mengenai  arti Jawa atau Jawi dari sudut pandang kebatinan.Begini katanya : Dimas, banyak orang yang sebenarnya tidak mengerti arti kata Jawa atau Jawi. Ja itu artinya lahir dan wi artinya burung., jadi seperti burung, manusia itu harus melewati dua tahapan untuk menjadi manusia sempurna..Pertama terlahir sebagai telur, baru kemudian terbuka menjadi burung.  Beliau tidak mau menjelaskan artinya yang jelas, membiarkan penulis mencari sendiri.

Ditahun 1984, dalam kaitan mendalami ajaran Kejawen, penulis bertemu dengan seorang pinisepuh yang pengetahuan Kejawennya sangat mumpuni, namanya Bapak Drs.S. Prawirowardoyo, Kol.Purn.AD. Dari beliau mendapat penjelasan lagi tentang arti kata Jawa. Dikatakannya bahwa orang Jawa itu baru sempurna hidupnya, kalau sudah dilahirkan dua kali. Yaitu pertama lewat gua garba ibu dan kedua kalinya  setelah sempurna Ilmu Sejatinya.Penulis mengerti arti dari kalimat tersebut, tetapi tidak punya bayangan, bagaimana terjadi kelahiran kedua itu.  .

Jangan sekadar percaya
Beliau hanya tersenyum, tidak mau menjawab rasa penasaran saya dan berkata : Nak Mas, jangan begitu saja percaya kepada saya. Sebagai orang Jawa, Nak Mas harus mengalami sendiri pengalaman spiritual, sebelum percaya. Itu hukum yang berlaku didunia kebatinan/spiritual. Jadi jangan percaya kepada jarene, kata orang, tetapi harus mengalami sendiri!

Baru setelah sepuluh tahun dari pertemuan ini, saya baru mengerti dengan sesungguhnya ,apa yang dimaksud dengan “kelahiran kedua” oleh orang kebatinan.

Selain itu, para ahli kebatinan mengatakan bahwa orang Jawa itu artinya orang yang selalu manembah dan berbakti dengan tulus kepada Gusti, Tuhan.
Dari segi Tata Krama

Dari segi tata krama, etiket pergaulan, orang Jawa itu artinya orang yang sopan . Orang yang santun disebut:  njawani, kalau tidak tahu sopan santun disebut: ora njawani.

Mengenai hal tata krama,tata susila dan budi pekerti karena menyangkut salah satu topik Kejawen yang penting, akan dibicarakan secara terpisah. 
Selengkapnya...