Senin, 28 Februari 2011
PERKAWINAN ADAT JAWA
Perkawinan atau sering pula disebut dengan pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah kehidupan setiap orang. Masyarakat Jawa memaknai peristiwa perkawinannya dengan menyelenggarakan berbagai upacara yang termasuk rumit. Upacara itu dimulai dari tahap perkenalan sampai terjadinya pernikahan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
Nontoni
Pada tahap ini sangat dibutuhkan peranan seorang perantara. Perantara ini merupakan utusan dari keluarga calon pengantin pria untuk menemui keluarga calon pengantin wanita.
Selengkapnya...
DOLANANE WONG JOWO
Permainnan ini terbuat dari kertas tipis dan bambu dengan ukuran sebesar lidi untuk dibuat kerangka yang berbentuk macam-macam sesuai keinginan si pembuat. Bentuk pelaksanaan permainannya
bersifat hiburan, rekreatif, dan kompetitif.
Permainan ini biasanya dilakukan oleh anak laki-laki dengan tidak mengenal batas usia dan tidak pandang kaya atau miskin.
WUKU
- Sinta - Batara Yama
- Landep - Batara Mahadewa
- Wukir, Ukir1 - Batara Mahayakti
- Kurantil, Kulantir1 - Batara Langsur
- Tolu, Tulu1 - Batara Bayu
- Gumbreg - Batara Candra
- Wariga alit, Wariga1 - Batara Asmara
- Wariga agung, Warigadian1 - Batara Maharesi
- Julangwangi, Julungwangi1 - Batara Sambu
- Sungsang - Batara Gana Ganesa
- Galungan, Dungulan1 - Batara Kamajaya
- Kuningan - Batara Indra. Pada minggu ini jatuh hari raya Kuningan pada hari Sabtu-Kliwon.
- Langkir - Batara Kala
- Mandasiya, Medangsia1 - Batara Brahma
- Julung pujut, Pujut1 - Batara Guritna
- Pahang- Batara Tantra
- Kuru welut, Krulut1 - Batara Wisnu
- Marakeh, Merakih1 - Batara Suranggana
- Tambir - Batara Siwa
- Medangkungan] - Batara Basuki
- Maktal - Batara Sakri
- Wuye, Uye1 - Batara Kowera
- Manahil, Menail1 - Batara Citragotra
- Prangbakat - Batara Bisma
- Bala - Batara Durga
- Wugu. Ugu1 - Batara Singajanma
- Wayang - Batara Sri
- Kulawu, Kelawu1 - Batara Sadana
- Dukut - Batara Sakri. Pada minggu ini jatuh hari Anggara Kasih pada hari Selasa Kliwon yang dianggap keramat oleh orang Jawa.
- Watu gunung - Batara Anantaboga. Dalam minggu ini jatuh hari Jumat Kliwon yang dianggap keramat oleh orang Jawa dan hari Saraswati yang dianggap suci oleh orang Bali.
Minggu, 27 Februari 2011
KAWERUH WISESA JATI
Manusia jawa percaya bahwa mereka tidak hidup ‘sendirian’ di alam semesta ini, mereka percaya bahwa ada ‘kehidupan lain’ yang berdampingan dan berkaitan dengan kehidupan manusia. Kehidupan lain tersebut bisa saja berada di pohon, batu, gunung, laut dan sebagainya yang tampak oleh mata ataupun kehidupan yang tidak terlihat oleh mata, yang kesemuanya bisa berpengaruh terhadap kehidupan manusia.
Kedua faktor tersebut, diakui atau tidak, sangat berperan dalam proses lunturnya konsep kehidupan budaya yang sarat dengan keselarasan terhadap alam.
Namun kata Dewa Ruci jangankan tubuh sang Bima,bahkan alam semesta pun bisa masuk ke dalam tubuhnya, dan ketika sang Bima masuk kedalam tubuh Dewa Ruci maka tampaklah olehnya bulan, bintang, matahari serta alam semesta berada bersamanya.
Apa sebenarnya ritual ruwatan tersebut jika dikaji dalam hubunganya dengan alam semesta, dan mengapa ada yang berhasil dan gagal ?
Banyak macam orang dalam menjalani laku mulai dari puasa, tidak tidur, berendam di sungai, sampai kepada ritual yang aneh dan tidak masuk logika orang modern yg lain, yang kesemuanya bertujuan agar apa yang menjadi harapan mereka bisa tercapai.
Jika demikian apakah konsep tentang laku ini sudah tidak relevan lagi dengan kondisi jaman sekarang ataukah masih perlu untuk dijalankan?
Adalah akal fikiran manusia atau semua yang bisa ditangkap oleh panca indera sehingga bentuk dan visualisasinya jelas.
Adalah hati nurani yang mengendalikan semua perasaan manusia seperti marah, sedih, gembira, semangat, lesu dan sebagainya.
Adalah keinginan atau bagian yang menggerakkan manusia untuk mencapai keinginannya.
HURUF JAWA

Bentuk hanacaraka yang sekarang dipakai (modern) sudah tetap sejak masa Kesultanan Mataram (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari aksara Kawi dan merupakan abugida. Hal ini bisa dilihat dengan struktur masing-masing huruf yang paling tidak mewakili dua buah huruf (aksara) dalam huruf latin. Sebagai contoh aksara Ha yang mewakili dua huruf yakni H dan A, dan merupakan satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata "hari". Aksara Na yang mewakili dua huruf, yakni N dan A, dan merupakan satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata "nabi". Dengan demikian, terdapat penyingkatan cacah huruf dalam suatu penulisan kata apabila dibandingkan dengan penulisan aksara Latin.
Kelompok aksara
Pada bentuknya yang asli, aksara Jawa Hanacaraka ditulis menggantung (di bawah garis), seperti aksara Hindi. Namun demikian, pengajaran modern sekarang menuliskannya di atas garis.Aksara hanacaraka Jawa memiliki 20 huruf dasar, 20 huruf pasangan yang berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf "utama" (aksara murda, ada yang tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, lima aksara swara (huruf vokal depan), lima aksara rekan dan lima pasangannya, beberapa sandhangan sebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda baca, dan beberapa tanda pengatur tata penulisan (pada).
Huruf dasar (aksara nglegena)
- ha na ca ra ka
- da ta sa wa la
- pa dha ja ya nya
- ma ga ba tha nga

Huruf pasangan (Aksara pasangan)
Pasangan dipakai untuk menekan vokal konsonan di depannya. Sebagai contoh, untuk menuliskan mangan sega (makan nasi) akan diperlukan pasangan untuk "se" agar "n" pada mangan tidak bersuara. Tanpa pasangan "s" tulisan akan terbaca manganasega (makanlah nasi).Tatacara penulisan Jawa Hanacaraka tidak mengenal spasi, sehingga penggunaan pasangan dapat memperjelas kluster kata.
Berikut ini adalah daftar pasangan:
Huruf utama (aksara murda)
Pada aksara hanacaraka memiliki bentuk murda (hampir setara dengan huruf kapital) yang seringkali digunakan untuk menuliskan kata-kata yang menunjukkan nama gelar, nama diri, nama geografi, nama lembaga pemerintah, dan nama lembaga berbadan (Kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang menunjukkan hal-hal diatas biasanya diawali dengan huruf besar atau kapital. Untuk itulah pada perangkat lunak ini kita gunakan huruf kapital untuk menuliskan aksara murda atau pasangannya)Berikut ini adalah aksara murda serta pasangan murda:
Huruf Vokal Mandiri (aksara swara)
Huruf tambahan (aksara rèkan)
Huruf Vokal tidak Mandiri (Sandhangan)

Tanda-tanda Baca (pratandha)

Gaya Penulisan (Style, Gagrag) Aksara Jawa
Berdasarkan Bentuk aksara Penulisan aksara Jawa dibagi menjadi 3 yakni:- Ngetumbar

- Mbata Sarimbag

- Mucuk eri
Berdasarkan Daerah Asal Pujangga/Manuskrip, dikenal gaya penulisan aksara Jawa :
- Jogjakarta

- Surakarta

- Lainnya

Aturan baku penggunaan hanacaraka
Penggunaan (pengejaan) hanacaraka pertama kali dilokakaryakan pada tahun 1926 untuk menyeragamkan tata cara penulisan menggunakan aksara ini, sejalan dengan makin meningkatnya volume cetakan menggunakan aksara ini, meskipun pada saat yang sama penggunaan huruf arab pegon dan huruf latin bagi teks-teks berbahasa Jawa juga meningkat frekuensinya. Pertemuan pertama ini menghasilkan Wewaton Sriwedari ("Ketetapan Sriwedari"), yang memberi landasan dasar bagi pengejaan tulisan. Nama Sriwedari digunakan karena lokakarya itu berlangsung di Sriwedari, Surakarta. Salah satu perubahan yang penting adalah pengurangan penggunaan taling-tarung bagi bunyi /o/. Alih-alih menuliskan "Ronggawarsita" (bentuk ini banyak dipakai pada naskah-naskah abad ke-19), dengan ejaan baru penulisan menjadi "Ranggawarsita", mengurangi penggunaan taling-tarung.Modifikasi ejaan baru dilakukan lagi tujuh puluh tahun kemudian, seiring dengan keprihatinan para ahli mengenai turunnya minat generasi baru dalam mempelajari tulisan hanacaraka. Kemudian dikeluarkanlah Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga gubernur (Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur) pada tahun 1996 yang berusaha menyelaraskan tata cara penulisan yang diajarkan di sekolah-sekolah di ketiga provinsi tersebut.
Tonggak perubahan lainnya adalah aturan yang dikeluarkan pada Kongres Basa Jawa III, 15-21 Juli 2001 di Yogyakarta. Perubahan yang dihasilkan kongres ini adalah beberapa penyederhanaan penulisan bentuk-bentuk gabungan (kata dasar + imbuhan).
Perubahan Aksara Pallawa ke Aksara-Aksara Nusantara

Perbandingan aksara Jawa dan aksara Bali
![]() | |||||||||||||||||||||||||||||||||
![]() |
Penulisan Aksara Jawa dalam Cacarakan Sunda

Ada sedikit perbedaan dalam Cacarakan Sunda dimana aksara "Nya" dituliskan dengan menggunakan aksara "Na" yang mendapat pasangan "Nya". Sedangkan Aksara "Da" dan "Tha" tidak digunakan dalam Cacarakan Sunda. Juga ada penambahan aksara Vokal Mandiri "É" dan "Eu", sandhangan "eu" dan "tolong"
SIFAT NAMA TEMBANG - TEMBANG MOCOPAT
1. Mijil dalam pupuh dandanggula :
Ponang jabang nembe mijil puniki
Gawe kesengsem ingkang nyawang
Gemlethak penak sarene
Najan dalu wus larut
Katon ayem ngrerujit ati
Sarta gegurit manah
Kang pirsa rasane wuyung
Ketaman si tetuka
Dhuh kusuma pujaning wak mami
Mugi gusti paring nugraha
2. Maskumambang dalam pupuh dandanggula :
Datan pupus rawat sang ponang aji
Trenyuh pinda maskumambang
Rinengkuh jiwa ragane
Guyune gawe kepincut
Gawe bingung yen lagi nangis
Rebut ducung prasamnya
ywa glis tetulung
Kusuma papujaning rasa
Aja pijer gawe ribeting ati
Enggal sira menenga
3. Kinanti dalam pupuh dandanggula :
Lakunira dalu dumugeng ratri
Binareng gumelaring tawang
Si ponang pinter lampahe
uga bisa celadu
Pinda guru kang pinter ngaji
Tansah dadi pepujan
Gawe seneng bapa biyung
Ing swasana adat punika
Aywa kongsi tresna ngoncati
Ngati-ati nganthi karsa
4. Sinom dalam pupuh dandanggula :
Putra ingsun pepujaning ati
Sing prasaja aja cidra
Ywa jujur ing margane
Donya kebak reridu
Kudu tabah waspada katah ngelmi
Urip ing marcapada
Sampun katah kang di ugung
Tan kendat nggennya dedonga
Cobaning urip ana ing lakunireki
Doh rubeda lan bebaya
5. Dandanggula :
Pancen ribet yen nandang penggalih
Runtut tansah ndandanggula
Saben rina lan wengine
Mlampah tebih datan lesu
Andika mung anuruti ati
Luwih gampang laku sembrana
Najan margi lunyu
Tundone agawe tuna
Enggala den waspada ngati-ati
Amrih gesang mulya
6. Asmaradana dalam pupuh dandanggula :
Gegulangen kalbunira kaki
Lamun sira nandang asmara
Yen lara suwe marine
Wus kadung tambah bingung
Tresna luntur gegurit ati
Gawe rusak jiwa raga
Lumuntur rusaking kalbu
Gesang ginawe rekasa
Enggal-enggal pepuji mring Hyang Widi
Angruwat rasane driya
7. Gambuh dalam pupuh dandanggula :
Gambuh iku pepalanging ati
Gawe lali margane utama
Yen lara angel tambane
Duh dewa jawata gung
Welasana mring muda iki
Aywa nganti katekan
Praptane kala bendu
Awit urip nora gampang
Mula kudu nastiti ngati-ati
Mapanaken jiwa raga
8. Durma dalam pupuh dandanggula :
Ing lelakon gesanging pra jalmi
Mulat sarira wani angrasa
Amrih padang ing uripe
Urip ing samodra gung
Gampang angel yen di lampahi
Aja pijer nggege mangsa
Gawe sakiting kalbu
Pinda prau ing samodra
Prasasat datan ana kang ngimbangi
Urip dadi tanpa guna
9. Pangkur dalam pupuh dandanggula :
Pangkur iku wujud ngepanging pikir
Wayah mungkur nyawang sarira
Arsa tinimbalan gustine
Pan ancat datan mampu
Lamun iku pepestene gusti
Yen wus titi wancine samya
Pangarepe dadiya pupus
Sera datan suwala
Angoncati kersane Hyang Widi
Sigra ngadeping ngarsa
10. Megatruh dalam pupuh dandanggula :
Sigra kondeg kabehing laku nireki
Darbe drajat lan banda sirna
Awit wus ganti alame
Karsane gusti kang agung
Tangeh lamun yen di oncati
Yen titi wanci gumlewang
Sira mung bisa satuhu
Gya eling waspada
Mumpung mangsih yuswa kang aji
Rina wengi ing dedonga
11. Pucung dalam pupuh dandanggula :
Mori petak kang ginawa mati
Kidung tahlil ngumandang angkasa
Kekes tintrim swasanane
Gumletak layon tan bangun
Ana raga tan bisa tangi
Sarene dadi tontonan
Kang pirsa amari kelu
Sinawang kang wus layon
Datan saget dedongengan malih
Tembang pucung sampun prapta
12. Wirangrong dalam pupuh dandanggula :
Lelimengan rembulan surya wus lari
Ganti crita ngumandang ing rasa
Angrasani dak gesange
Raga sukma pisah sampun
Kanti ninggal crita nyawiji
Dados dedongengan
Rina kalawan ndalu
Pinda pengilone ngagesang
Urip iku tansah titi ngati-ati
Sangu sawon ing ayunan Selengkapnya...
Sabtu, 26 Februari 2011
FALSAFAH TIYANG JAWI
FALSAFAH ( PANDANGAN HIDUP ) punika menawi dipun tegesi mawi pangertosan Jawi tegesipun kirang langkung “ Pandom panutan gambaraning ngagesang “.
Orang Jawa ( TIYANG JAWI ) punika tiyang ingkang mapan utawi asal saking tanah jawi, inggih punika wewengkon ingkang kala rumiyin kaiket dening pranatan lan kabudayan kraton ingkang mapan ing tanah Jawi.
WONG JOWO ILANG JAWANE
APA bener wong Jawa iku bakal ilang Jawane? Ilang Jawane tegese ilang sifat-sifat lan kepribadian kejawaane. Yen wis ilang Jawane kaya-kaya ya wis dudu wong Jawa maneh. Banjur wong Jawa iku dadi wong sing kaya apa? Wong Jawa diarani Jawa amarga nduweni sifat lan ciri-ciri tinartu. Upamane: wong Jawa iku basa ibune basa Jawa, kesenian, tradisi lan kabudayane tradisi, kesenian, lan kabudayan Jawa. Lha nek wis ora bisa basa Jawa, ora ngerti tradisi lan kesenian Jawa, ora tepung karo kabudayan Jawa, “gaya hidup”-e wis ora kaya salumrahe wong Jawa, apa ya isih bisa diarani wong Jawa?
Rehne anak-putune wong Jawa, mesthine ya tetep wong Jawa. Sifat-sifat kang tumurun marang anak-putu bisa dibedakake dadi rong werna, yaiku warisan biologis lan warisan sosial utawa kabudayan. Satemene sing bisa diwariske langsung iku ya mung warisan biologis. Rehne turune wong Jawa ya nduweni sifat fisik lan biologis kadideme wong Jawa, upamane: kulite nyawo mateng, rambute ireng lurus, irunge rada pesek, lan liya-liyane. Dene warisan sosial iku warisan sing bisa diwarisi srana sinau utawa liwat sosialisasi. Tanpa sinau utawa srawung karo padha-padha wong Jawa, ya ora bisa basa Jawa, ora tepung karo kesenian Jawa.
Warisan biologis iku wis kunandhut ana gen utawa bibite. Rehne bibite wong Jawa, ya marisi sifat fisik dalah potensi-potensi mental Jawa. Wong Jawa sing digulamenthah lan digedhekake ing kulawarga manca mung oleh warisan biologis, ora oleh warisan sosial.
Lha gambarane wong Jawa sing wis ilang Jawane iku ya sing kaya ngono mau. Nanging keh-kehane wong Jawa sing urip ing satengahe bangsa lan kabudayaan liya, ya isih padha ngleluri kabudayane leluhure, upamane wong Jawa kang dedunung ana Suriname, wong Jawa sing daerah-daerah transrnigrasi ing luwar Jawa.
Basa lan kabudayaan Jawa iku tansah ngrembaka lan owah-gingsir nuting jaman kelakone. Kabudayaan Jawa iku perlu diuri-uri supaya lestari lan isih tetep dadi warisan kanggo anak-putu, mung bae kabudayaan mau besuke mesthi wis beda karo kabudayaan Jawa saiki, nanging ora ateges menawa wong Jawa banjur ilang Jawane. Ya mung “Jawane” wong Jawa besuk mbokmenawa wis beda karo “jawane” wong Jawa saiki.
Pancen ana bae wong Jawa sing ora njawani, sauger wong Jawa iku isih ana, kajawaane mbokmenawa uga tetep isih ana, Dadi, tetembungan “wong Jawa ilang Jawane” ora bisa disurasa kanthi wantah bae. Sing genah keiawaane wong Jawa iku owah-gingsir nuting jaman kelakone. Pamiara lan panguri-uri iku perlu, nurih kajawaan mau ora adoh mlencenge. Selengkapnya...
ASAL USUL JAWA DWIPA
Dahulu ,anak benua di India disebut Jambu Dwipa, sedangkan seluruh kepulauan Nusantara disebut Sweta Dwipa. Karena Jambu Dwipa dan Sweta Dwipa berasal dari daerah yang sama, maka tidak heran kalau budayanya banyak yang menyerupai atau dalam perkembangan saling mempengaruhi.
Dari perkembangan geografis, pada 20 hingga 36 juta tahun lalu, di Asia bagian selatan terjadi proses bergeraknya anak benua India ke utara, mengakibatkan tabrakan dengan lempengan yang diutara, akibatnya ada tanah yang mencuat keatas , yang kini dikenal sebagai gunung Himalaya.Pada saat itu dataran Cina masih terendam lautan.Anak benua yang diselatan dan tenggara ,yaitu Jawata, termasuk Sweta Dwipa dan Jawa Dwipa muncul sebagai pulau-pulau mata rantai gunung berapi.
Keturunan dewa
Dalam cerita kuno dikatakan bahwa orang Jawa itu anak keturunan atau berasal dari dewa. Dalam bahasa Jawa orang Jawa disebut Wong Jawa, dalam bahasa ngoko-sehari-hari, artinya : wong itu dari kata wahong Jawa, artinya orang Jawa itu adalah anak keturunannya dewa. Begitu pula Tiyang Jawa itu dari Ti Hyang Jawa artinya juga sama, yaitu anak keturunan dewa ,dalam bahasa krama inggil –halus.
Jawata artinya adalah dewa, gurunya orang Jawa.
Menurut pedalangan wayang kulit, keindahan pulau Jawa dikala itu telah menarik perhatian dewa dewi dari kahyangan, sehingga mereka turun ke marcapada, tanah Jawa dan membangun kerajaan-kerajaan pertama di Jawa Dwipa.Raja Kediri, Jayabaya adalah Dewa Wisnu yang turun dari kahyangannya.Jayabaya amat populer di Jawa dan Indonesia karena ramalannya yang akurat mengenai sejarah perjalanan negeri ini dan berisi nasihat-nasihat bijak bagi mereka yang memegang tampuk pimpinan negara, para priyayi/pejabat negara, tetapi juga untuk kawula biasa.Ajarannya mengenai perilaku yang baik benar sebenarnya juga mempunyai kebenaran universal.
Kerajaan Pertama
Jawa Dwipa, menurut salah satu sumber adalah kerajaan dewa pertama di pulau Jawa , letaknya di gunung Gede, Merak, dengan rajanya Dewo Eso atau Dewowarman yang bergelar Wisnudewo. Ini melambangkan dewa kahyangan, permaisurinya bernama Dewi Pratiwi, nama dari Dewi Bumi. Dia adalah putri dari seorang begawan Jawa yang terkenal yaitu Begawan Lembu Suro yang tinggi elmunya/pengetahuan spiritualnya ,. yang mampu hidup di tujuh dimensi alam (Garbo Pitu), tinggal di Dieng (letak geografis di Jawa Tengah).
Dieng dari Adhi Hyang artinya suksma yang sempurna.
Perkawinan Wisnudewo dengan Dewi Pratiwi melambangkan turunnya dewa yang berupa suksma untuk menetap dibumi. Keberadaannya di bumi aman dan bisa berkembang karena didukung oleh daya kekuatan bumi yang digambarkan sebagai Begawan Lembu Suro.
Betara Guru
Kecantikan Pulau Jawa bahkan menarik hati Rajanya para dewa yaitu Betara Guru untuk mendirikan kerajaan dibumi. Turunlah dia dari domainnya di Swargaloka dan memilih tempat tinggal di gunung Mahendra. ( Kini disebut Gunung Lawu terletak diperbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur antara Surakarta dan Madiun). Betara Guru punya nama lain Sang Hyang Jagat Nata , ratunya Jagat Raya – The king of the Universe dan Sang Hyang Girinata, ratunya gunung-gunung, - the King of Mountains. Di kerajaan Mahendra, Sorga yang agung – The great Heaven , Betara Guru memakai nama Ratu Mahadewa.
Karaton kerajaan Mahendra dibangun mirip seperti karatonnya yang di Kahyangan.
Piranti-piranti sorga juga dibuat, antara lain:
- Gamelan, seperangkat alat musik untuk hiburan para dewa dengan menikmati alunan suaranya yang merdu dan saat sedang menari/olah beksa. Menari/olah beksa itu bukanlah sekedar mengayunkan raga mengikuti ritme musik tetapi merupakan latihan untuk konsentrasi dan selanjutnya kontemplasi untuk mengenal jati diri dan menemui Sang Pencipta (seperti Yoga dalam arti yang sebenarnya) . Nama gamelan itu adalah Lokananta.
- Patung-patung penjaga istana yaitu Cingkarabala dan Balaupata , yang diletakkan dikanan-kiri pintu gerbang istana. Artinya istana dijaga kuat sehingga aman.
- Pusaka berupa keris , cakra, tombak, panah, dll dibuat oleh empu terkenal yaitu Empu Ramadhi .
Raja Dewa yang lain
Di Sumatra :Sang Hyang Sambo bergelar Sri Maharaja Maldewa, di kerajaan Medang Prawa, di gunung Rajabasa .( Didekat Ceylon sekarang ada negeri Maldives).
Di Bali :Sang Hyang Bayu , bergelar Sri Maharaja Bimo, di Gunung Karang , kerajaannya Medang Gora. ( Pulau Bali juga terkenal sebagai Pulau Dewata)
Di Jawa :
- Sang Hyang Brahma bergelar Sri Maharaja Sunda, di gunung Mahera , Anyer, Jawa Barat. Kerajaannya Medang Gili.( Asal mulanya penduduk yang tinggal di Jawa bagian barat disebut orang Sunda).
- Sang Hyang Wisnu bergelar Sri Maharaja Suman , di gunung Gora , Gunung Slamet , Jawa Tengah. Kerajaannya Medang Puro.
- Sang Hyang Indra, bergelar Sri Maharaja Sakra, di gunung Mahameru, Semeru , Jawa Timur. Kerajaannya Medang Gana.
Menarik untuk diperhatikan bahwa para dewa selalu membangun karaton dipuncak-puncak gunung. Ini menggambarkan dewa itu berasal dari langit, dari tempat yang tinggi. Tempat tinggi, diatas itu artinya bersih, jauh dari hal-hal kotor, sikap harus dijaga tetap suci, baik, benar, sopan, bagi dewa yang telah menjadi manusia dan tinggal dibumi.
Bumi Samboro
Ini artinya tanah yang menjulang kelangit. Dalam kebatinan Kejawen, contohnya adalah Gunung Dieng, Adhi Hyang, maksudnya supaya orang selama masih hidup didunia mencapai puncak pengetahuan spiritual, mendapatkan pencerahan jiwani, tinggi elmunya, suci lahir batin. Puncak itu adalah Adhi Hyang atau Bumi Samboro.
Dewo ngejowantah
Dewa yang menampakkan diri. Dewa yang berbadan cahaya bisa menampakkan diri dan dilihat oleh saudara-saudara kita yang telah tinggi tingkat kebatinannya, yang sudah bontos elmu sejatinya., artinya sudah melihat kasunyataan – kenyataan sejati.
Dipandang dari sudut spiritualitas, turunnya dewa ke bumi adalah gambaran dari merasuknya suksma, spirit, jiwa kedalam badan manusia dan lalu menjadi manusia. Oleh karena itu, manusia termasuk manusia Jawa adalah berasal dari suksma, spirit, dewa.
Orang Jawa
Orang Jawa adalah sebutan bagi orang yang tinggal di Jawadwipa atau dipulau Jawa pada dulu kala.Pada saat ini yang dinamakan orang Jawa adalah penduduk yang menghuni di pulau Jawa bagian tengah dan timur yang disebut suku bangsa Jawa dan anak keturunannya .Pada umumnya mereka masih melestarikan budaya, adat istiadat warisan nenek moyangnya dan berbicara bahasa Jawa.Kebanyakan anak keturunan orang Jawa yang tinggal diluar “tanah Jawa” seperti di Jakarta dan daerah maupun negara lain, meski masih melestarikan atau akrab dengan budaya leluhurnya, sudah tidak lagi berkomunikasi dengan bahasa Jawa, mereka menggunakan bahasa Indonesia.
Harus diberi acungan jempol bahwa semua suku bangsa yang bermacam-macam di Indonesia, menjunjung tinggi rasa ke- Indonesia-an ,sebagai satu rumpun bangsa yang bersatu.Terlahir sebagai bangsa Indonesia sudah terpatri didalam lubuk hati yang terdalam sejak kelahiran ditanah air tercinta Indonesia, tidak peduli apa suku bangsanya. Rasa kepatriotan kesukuan tidak ada, yang ada adalah patriot Indonesia!
Dalam masyarakat multikultural Indonesia yang pluralistis, budaya, adat istiadat bermacam daerah dilestarikan dan dikembangkan untuk disumbangkan kepada Indonesia merdeka yang bersatu, bernaung dibawah kibaran bendera pusaka Merah Putih.
Masa Pra-Sejarah
Dalam khasanah Arkeologi, nama Java Man sudah tidak asing lagi, ini menunjuk kepada nenek moyang orang Jawa dikala purba.Situs manusia purba di Indonesia, pulau Jawa adalah di Sangiran yang terbelah sisi utara dan selatan karena dilewati aliran Kali Cemoro yang mengalir dari Gunung Merapi menuju ke Bengawan Solo. Bagian utara termasuk wilayah Desa Krikilan, Sragen, sedangkan yang belahan selatan masuk Desa Krendowahono, Karanganyar.
Penelitian dalam rangka mencari fosil nenek moyang manusia di Sangiran sudah dimulai sejak 1893 oleh peneliti Eugene Dubois.Dia menemukan fosil manusia purba di Trinil, Ngawi, Jawa Timur, yang dinamakan Pithecanthropus Erectus, artinya manusia kera yang berjalan tegak.
Penelitian di Sangiran dilanjutkan kembali secara intensif sejak 1930 oleh J.P. van Es dan 1934 oleh GHR von Koenigswald.Tidak kurang dari seribu alat-alat dari batu buatan manusia yang pernah tinggal disini diketemukan.
Alat dari batuan kaldeson yang dipecahkan itu bisa dipergunakan untuk memotong, menyerut dan untuk meruncingkani tombak. Oleh von Koenigswald alat-alat itu disebut alat serpih dari Sangiran –The Sangiran Flake Industry.
Meganthropus Paleojavanicus, manusia purba yang punya fosil rahang atas yang ukurannya besar diketemukan ditahun 1936. Selanjutnya ditahun 1937 diketemukan fosil manusia purba yang dinamakan Pithecanthropus Erectus. Penemuan spektakuler ini melibatkan banyak peneliti kondang dari manca negara dan para ahli Indonesia seperti R.P. Soejono, Teuku Yacob, S.Sartono, Hari Widianto
dll.
Juga ikut terlibat berbagai lembaga peneliti seperti American Museum of National History, Biologisch-Archaelogisch Institut, Groningen, Tokyo University, Padova University, National d”Histoire Naturelle, Paris, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Yogyakarta dll.
Pemerintah RI telah menetapkan daerah Sangiran seluas 56 km2 sebagai Daerah Cagar Budaya. Pada 5 Desember 1996, Situs Sangiran oleh Unesco dinyatakan sebagai Warisan Budaya Dunia , World Heritage List No. 593, dengan nama Sangiran Early Man Site, Situs Hunian Manusia Purba Sangiran.
Menurut penelitian geologis, Situs Sangiran sudah muncul 3( tiga) juta tahun lalu dan merupakan perbukitan dengan struktur kubah ditengahnya, disebut Sangiran Dome.
Sekitar 1.8 hingga 1 juta tahun lalu ,daerah Jawa Tengah dan Timur merupakan lembah ,yang sebelah selatan dibatasi Gunung Selatan, sebelah utara oleh Gunung Kendeng. Lembah itu sebagian besar berupa danau dan rawa-rawa. Disebelah timur lembah berupa lautan. Ditengah lembah ada gunung a.l. Gunung Lawu Purba dan Gunung Wilis.
Pada saat itulah mulai muncul kehidupan manusia purba disekitar rawa-rawa dan muara sungai Cemoro yang bersumber di Gunung Merapi. Homo Erectus yang dikenal sebagai Java Man tinggal disekitar sungai Cemoro sekarang dan kehidupannya berkembang terus dengan diketemukannya ribuan alat-alat batu.
Selain fosil manusia purba, juga diketemukan fosil-fosil binatang purba seperti : Gajah, Banteng, Kerbau, Rusa, Kuda Nil – hippopotamus dll.Kuda Nil Sangiran ini ukuran besar dan beratnya duakali lipat dari kuda Nil yang ada sekarang ini!
Temuan fosil manusia, binatang dan peralatan batu yang jumlahnya ribuan bisa dilihat di Musium Sangiran.
Perkembangan budaya dari manusia purba menjadi manusia modern berjalan dalam kurun waktu yang sangat lama. Ini adalah uraian dari segi ilmiah mengenai keberadaan orang Jawadan anak keturunannya yang menghuni pulau ini sejak dahulu kala.
Orang Jawa dari sudut pandang kebatinan
Pulau Jawa mulai kelihatan dihuni manusia yang lebih maju peradabannya sejak 10.000. –sepuluh ribu tahun sebelum Masehi dan mulai agak ramai pada 3.000 –tigaribu tahun sebelum Masehi. Disaat itu kehidupan mulai mengelompok , sumber makanan mulai diperhatikan, tanaman mulai diurusi, selanjutnya dibudidayakan dengan sederhana sawah yang dialiri air.Keberadaan lahan, air, bibit tanaman dan pakan tidak menjadi masalah, karena sumbernya kaya dan luas dan penghuni masih sangat sedikit.
Muncul nama anak benua Jawata, Kepulauan Sweta Dwipa, Nusantara dan Jawa Dwipa yang adalah pulau Jawa. Nama penghuni pulau Jawa adalah orang Jawa.
Dibumi Jawa ,nama itu punya arti dan maksud yang penting. Nama pasti mempunyai arti dan mengandung makna dan harapan. Misalnya orang tua yang menghendaki anaknya selalu selamat, maka anaknya dinamai Slamet atau Sugeng, atau Rahayu. Supaya anaknya bijak dinamai Wicaksono, ingin waskita dinamai Waskita. Ingin anak perempuan yang cantik bagai bidadari ,diberi nama seperti nama bidadari seperti Ratih, Nawangwulan, Laksmi dll. Ingin supaya anak laki-laki yang macho, berwatak satria, diberi nama Satria atau nama-nama satria dalam wayang seperti : Arjuna, Bimo, Sadewo dll.
Nama-nama tempat dan rumah/gedung tentu diberi nama yang bagus, terutama bagus artinya, tetapi juga enak diucapkannya.Hal ini merupakan kebiasaan yang lain dengan orang Inggris misalnya ,yang mengatakan : What is in a name? Apa artinya sebuah nama?
Dibabad Jawadwipa telah disebutkan bahwa wong atau tiyang Jawa artinya keturunan dewa.
Pangiwo dan Panengen
Dalam Kejawen ada istilah Pangiwo dan Panengen. Pangiwo artinya kiwo, sebelah kiri, tempat yang sepi, tempat nya suksma, alam Kadewatan. Hidupnya dinamakan Sang Hyang Nurcahyo, berupa sinar gemilang, masih berada dialam gaib, belum punya piranti untuk hidup didunia, karena tidak punya badan fisik.
Panengen artinya sebelah kanan, tidak sepi, sudah mulai kelihatan. Ini perlambang kehidupan badan raga. Dimulai sejak berujud wiji, benih yang berada digua garba ibu, dalam pertapaan sembilan bulan mendapatkan sari makanan melalui usus yang berpusat dipusar ibu, siap muntuk lahir dan hidup didunia luar.
Tanah Jawa
Ada tanah Jawa atau tanah Jawi, maksudnya : ta- sira, kamu,anda ;nah dari mrenah artinya bertempat tinggal di Jawa atau Jawi – njawi artinya diluar, dijagat ini. Anda sudah tidak tinggal lagi dialam gaib,alam kadewatan, alam suksma, kini kamu tinggal diluar, dijagat ini.
Jadi sebenarnya hidup manusia dibumi ini tidak memisahkan kehidupan suksmanya yang berasal dari alam gaib dan kehidupan raganya didunia ini. Suksma dan raga selalu melekat tak terpisahkan dalam diri seorang manusia.Persatuan suksma dan raga dalam keadaan sempurna, sinkron. Kalau satu hari ,raganya rusak, maka suksma akan kembali lagi kealam asalnya, yang disebut alam suksma, alam gaib, alam kadewatan.
Jadi semakin terbuka jelas ajaran spiritual Jawa, bahwa suksma itu hidup langgeng, abadi, yang rusak itu raga. Oleh karena itu ada ungkapan kebatinan : Asal mula bali marang mula-mula, yang artinya suksma, roh kembali kelam asalnya, ke haribaan Tuhan.
Orang Jawa memang senang mengungkap sesuatu dengan perlambang ,dengan simbol-simbol. Bagi mereka yang belum biasa, bisa terjebak dalam menangkap artinya, karena ditafsirkan secara harafiah.
Arti kata Jawa
Menurut Prof. Mr. Hardjono.almarhum , Guru Besar Universitas Gaja Mada,ditahun 1980-an mengatakan kepada penulis mengenai arti Jawa atau Jawi dari sudut pandang kebatinan.Begini katanya : Dimas, banyak orang yang sebenarnya tidak mengerti arti kata Jawa atau Jawi. Ja itu artinya lahir dan wi artinya burung., jadi seperti burung, manusia itu harus melewati dua tahapan untuk menjadi manusia sempurna..Pertama terlahir sebagai telur, baru kemudian terbuka menjadi burung. Beliau tidak mau menjelaskan artinya yang jelas, membiarkan penulis mencari sendiri.
Ditahun 1984, dalam kaitan mendalami ajaran Kejawen, penulis bertemu dengan seorang pinisepuh yang pengetahuan Kejawennya sangat mumpuni, namanya Bapak Drs.S. Prawirowardoyo, Kol.Purn.AD. Dari beliau mendapat penjelasan lagi tentang arti kata Jawa. Dikatakannya bahwa orang Jawa itu baru sempurna hidupnya, kalau sudah dilahirkan dua kali. Yaitu pertama lewat gua garba ibu dan kedua kalinya setelah sempurna Ilmu Sejatinya.Penulis mengerti arti dari kalimat tersebut, tetapi tidak punya bayangan, bagaimana terjadi kelahiran kedua itu. .
Jangan sekadar percaya
Beliau hanya tersenyum, tidak mau menjawab rasa penasaran saya dan berkata : Nak Mas, jangan begitu saja percaya kepada saya. Sebagai orang Jawa, Nak Mas harus mengalami sendiri pengalaman spiritual, sebelum percaya. Itu hukum yang berlaku didunia kebatinan/spiritual. Jadi jangan percaya kepada jarene, kata orang, tetapi harus mengalami sendiri!
Baru setelah sepuluh tahun dari pertemuan ini, saya baru mengerti dengan sesungguhnya ,apa yang dimaksud dengan “kelahiran kedua” oleh orang kebatinan.
Selain itu, para ahli kebatinan mengatakan bahwa orang Jawa itu artinya orang yang selalu manembah dan berbakti dengan tulus kepada Gusti, Tuhan.
Dari segi Tata Krama
Dari segi tata krama, etiket pergaulan, orang Jawa itu artinya orang yang sopan . Orang yang santun disebut: njawani, kalau tidak tahu sopan santun disebut: ora njawani.
Mengenai hal tata krama,tata susila dan budi pekerti karena menyangkut salah satu topik Kejawen yang penting, akan dibicarakan secara terpisah. Selengkapnya...